Salam

السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ

Assalamu'alaikum warahmatullah, Jaroe dua blah lon beu'et teuma, Saleum ulon brie keu mandum rakan, Bak Allah teuman lon lakee do'a

Work Motivation, Job Satisfaction, and Organizational Commitment

PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat kinerja para karyawan. Banyak faktor yang terkait dalam perbaikan kinerja perusahaan. Salah satunya adalah hubungan antara motivasi kerja, kepuasan kerja dan komitmen karyawan terhadap perusahaan. Komitmen menunjukkan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan. Banyak hal yang mendorong terciptanya komitmen organisasi, diantaranya kepuasan-kepuasan yang diperoleh di dalam organisasi atau selama mereka bekerja.
Dalam kajian ini yang menjadi pokok perhatian pada motivasi kerja yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas kerja yang telah mereka lakukan sebagai bentuk kontribusi baik tenaga maupun pikiran yang ada di dalam diri karyawan. Begitu juga halnya dengan kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi, sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Disamping itu perusahaan menginginkan pencapaian tujuan tanpa banyak mengalami kendala, diantaranya tujuan mencapai laba, memenangkan persaingan, memenuhi kepuasan pelanggan. Namun permasalahan pencapaian tujuan tidak sesederhana yang dipikirkan pihak manajemen. Kendala utama yang timbul terutama dapat berasal dari para karyawan sebagai anggota organisasi, seperti rendahnya motivasi kerja akan berdampak kapada rendahnya kepuasan kerja dan kecil komitmen karyawan untuk tetap bekerja dalam jangka waktu yang ditentukan perusahaan (Armansyah, 2002).
Ketiga variable inilah yang menjadi pokok kajian utama dalam artikel ini yang berjudul “work motivation, job satisfaction, and organizational commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo Stae, Nigeria”. Tapi sebelumnya saya mencoba untuk menguraikan terlebih dahulu berdasarkan isi setiap subbabnya dengan harapan dapat menentukan fokus utama yang disajikan oleh Adeyinka Tella, C.O. Ayeni dan S. O. Popoola (selanjutnya akan disingkat dengan AAP). Meski dengan berbagai keterbatasan yang ada, saya berharap dapat menemukan hubungan yang lebih spesifik antara motivasi kerja (work motivation), kepuasan kerja (job satisfaction) dan komitmen organisasi (organisational commitment) pada Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State, Nigeria.

RINGKASAN
Introduction
Pengelolaan orang di tempat kerja merupakan bagian integral dari proses manajemen. Untuk memahami pentingnya orang-orang penting dalam organisasi adalah untuk mengenali bahwa unsur manusia dan organisasi yang sama. Sebuah organisasi yang dikelola dengan baik-biasanya melihat rata-rata pekerja sebagai fundamental sumber kualitas dan produktivitas keuntungan. Organisasi seperti itu tidak melihat ke modal investasi, tetapi untuk karyawan sebagai dasar sumber kemajuan perusahaan. Suatu organisasi yang efektif dapat dipastikan bahwa ada pengaruh antara semangat kerjasama dan rasa komitmen serta kepuasan kerja. AAP mengatakan untuk membuat karyawan puas dan komitmen merekan dalam akademi dan riset pustakan diperlukan motivasi yang kuat di berbagai pekerjaan berbagai tingkatan, departemen, dan bagian perpustakaan.
Motivasi adalah proses psikologis dasar. Namun demikian motivasi bukanlah satu-satunya penjelasan tentang tingkah laku. Ia berinteraksi dengan perbuatan dan dalam hubungannya dengan proses kognitif lainnya. Memotivasi adalah pengelolaan proses mempengaruhi perilaku didasarkan pada pengetahuan tentang apa yang membuat orang mendetik (Luthans, 1995). Kemudian Luthans menegaskan bahwa motivasi adalah proses untuk merangsang masyarakat dan tindakan untuk mencapai tugas yang dikehendaki. Salah satu cara untuk merangsang masyarakat untuk mempekerjakan efektif motivasi, yang membuat pekerja dan lebih puas dengan komitmen untuk pekerjaan mereka. Sebab hasil temuan menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan komitmen.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari beberapa peneliti sebelumnya, maka dalam artikel ini AAP merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa hubungan antara motivasi kerja, kepuasan kerja, dan komitmen dari organisasi perpustakaan personil?
2. Apakah perbedaan dalam motivasi kerja yang profesional dan non-profesional perpustakaan personil?
3. Apakah perbedaan dalam pekerjaan kepuasan perpustakaan personil akademik dan penelitian di perpustakaan?
4. Akan ada perbedaan dalam komitmen personil perpustakaan berdasarkan pengalaman tahun?

Literature Review
Luthan (1995) menegaskan bahwa motivasi jangan dibayangkan sebagai satu-satunya penjelasan tentang tingkah laku, karena dengan berinteraksi dan bertindak dalam hubungannya dengan proses mediasi lainnya dengan lingkungan. Luthan mengatakannnya lagi bahwa motivasi tidak dapat dilihat seperti stress atau proses kognitif lainnya, tetapi yang dapat dilihat adalah tingkah laku, dan ini tidak boleh disamakan dengan penyebab perilaku. Relatif ini, Minner, Ebrahimi, dan Watchel, (1995) menyatakan bahwa dalam sistem rasa, motivasi terdiri dari tiga berinteraksi dan saling unsur, yaitu, kebutuhan (needs), ransangan (drive), dan insentif (incentives).
Stoke, dalam Adeyemo (1999) mengatakan bahwa terdapat 4 asumsi dasar pratik motivasi praktik yang harsu dipahami oleh seorang manajer yaitu :
1. Motivasi asumsi menjadi sesuatu yang baik. Tidak satupun dirasakan tidak baik, jika satu tidak termotivasi.
2. Motivasi adalah salah satu dari beberapa faktor kinerja seseorang (misalnya, sebagai librarian). Seperti faktor kemampuan, sumber daya, dan kondisi untuk melakukan sesuatu.
3. Manajer dan para peneliti yang sama-sama menganggap pemberian motivasi dalam jangka pendek dan memerlukan perlengkapan berkala.
4. Motivasi adalah perangkat dengan manajer yang dapat digunakan dalam organisasi.

Strategies of Motivating Workers
Menurut AAP ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk memotivasi informasi profesional, terutama pustakawan, yaitu:
1. Gaji, Upah dan Ketentuan Layanan.
Untuk menggunakan gaji sebagai motivator efektif, personil manajer harus mempertimbangkan empat komponen utama dari struktur gaji yaitu
a. Tingkat pekerjaan (job rate).
b. Pembayaran disesuaikan dengan kinerja mereka
c. Tunjagan pribadi atau tunjangan khusus
d. Layanan panjang dan balas jasa seperti liburan dengan membayar, pensiun, dan sebagainya.
2. Uang.
Akintoye (2000) menegaskan bahwa uang tetap yang paling signifikan strategi motivasi. Karena uang sebagai faktor yang paling penting dalam organisasi yang memotivasi pekerja untuk mencapai produktivitas yang lebih besar. Pembentukan sistem upah insentif sebagai sarana untuk merangsang pekerja untuk performa yang lebih tinggi, komitmen, dan akhirnya kepuasan.
3. Pelatihan staf.
Pelatihan staf merupakan strategi sangat diperlukan untuk memotivasi para pekerja. Organisasi perpustakaan harus memiliki baik program pelatihan. Hal ini akan memberikan informasi dan kesempatan kepada pustakawan untuk perbaikan diri sendiri dan pengembangan untuk memenuhi persyaratan dan tantangan baru peralatan dan teknik baru dalam melakukan tugas.

4. Ketersediaan informasi dan Komunikasi
Satu cara manajer dapat merangsang motivasi adalah untuk memberikan informasi yang relevan pada konsekuensi dari tindakan mereka pada orang lain (Olajide, 2000).

Job Satisfaction
Locke dan Lathan (1990) memberikan definisi yang komprehensif dari pekerjaan sebagai nyaman atau kepuasan emosional positif dari hasil kajian pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja adalah hasil dari karyawan persepsi seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal-hal yang dianggap penting.
Sementara Luthan (1998) ada tiga dimensi penting untuk kepuasan kerja:
a. Kepuasan kerja merupakan respon terhadap emosi situasi pekerjaan. Dengan demikian tidak dapat dilihat, ia hanya dapat menduga saja.
b. Kepuasan kerja sering ditentukan oleh seberapa baik hasil memenuhi atau melebihi harapan. Misalnya, jika organisasi peserta merasa bahwa mereka bekerja lebih keras daripada orang lain di departemen tetapi menerima imbalan yang lebih sedikit mungkin mereka akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, dengan atasan dan atau rekan kerja.
c. Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap terkait yang paling penting karakteristik pekerjaan tentang orang-orang yang memiliki respon yang efektif seperti pekerjaan itu sendiri, bayar, kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.

Organizational Commitment
Beckeri, Randal, dan Riegel (1995) ditetapkan dalam jangka waktu tiga dimensi dalam mengukur komitmen organisasi :
1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi karyawan tertentu
2. Kemauan untuk berusaha tinggi usaha atas nama organisasi
3. Kepercayaan yang menentukan dan dpt diterima dari nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Untuk Northcraft dan Neale (1996), adalah sebuah komitmen yang mencerminkan sikap kesetiaan seorang karyawan kepada organisasi, dan melalui proses karyawan menyatakan kekhawatiran mereka untuk organisasi dan kesuksesan dan kesejahteraan.
Mowday, dan Porter (1982) ada tiga komitmen yaitu:
a. Sebuah identifikasi dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi;
b. Keinginan untuk menjadi karyawan dan
c. Kemauan untuk menampilkan usaha atas nama organisasi.
Menurut Meyer dan Allen (1991) berdasarkan sifat multidimensi komitmen organisasi memiliki tiga implikasi untuk melanjutkan partisipasi individu dalam organisasi :
a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.
b. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
c. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai
Komitmen adalah konsep yang lebih luas dan cenderung menahan sementara aspek dari pekerjaan seorang karyawan. Hal tersebut mungkin akan puas dengan hal tertentu dari sebuah pekerjaan sambil tetap mempertahankan yang cukup tinggi tingkat komitmen organisasi secara keseluruhan. Ketika membuat komitmen strategi, Amstrong, (1999) menegaskan bahwa "sulit untuk menyangkal bahwa ini adalah keinginan untuk pengelolaan telah ditetapkan untuk tujuan strategis dan nilai-nilai. Dan ini sama-sama diinginkan manajemen dari point of view bagi karyawan untuk bertingkah dengan cara yang mendukung strategi dan nilai-nilai. "Menciptakan komitmen termasuk komunikasi, pendidikan, pelatihan, program, dan inisiatif untuk meningkatkan keterlibatan dan kepemilikan dan pengembangan kinerja manajemen dan pahala sistem.


Results
1. Apa hubungan antara motivasi kerja, kepuasan kerja, dan
komitmen organisasi perpustakaan personil?

Hasil kajian ini memperlihatkan bahwa ada korelasi antara motivasi, kepuasan kerja, dan komitmen. Antara motivasi kerja dan kepuasan kerja mempunyai korelasi positif dengan nilai koefisien r = o.4056, sedangkan korelasi antara motivasi dan komitmen yang negatif yaitu r sebesar -0.1767.
AAP mengatakan bahwa korelasi yang ada dalam kajian ini dianggap antara motivasi kerja, kepuasan kerja, dan organisasi terkait dengan komitmen. Artinya meningkatnya motivasi kerja dapat meningkatkan kepuasan kerja. Namun, korelasi negatif antara komitmen organisasi dan motivasi kerja dalam kajian ini juga bisa merupakan akibat dari kenyataan pustakawan sangat tidak didorong oleh mereka yang diadakan secara mendalam nilai-nilai dan kepercayaan tentang pengembangan bersama visi sebagai disampaikan.

2. Apa perbedaan yang signifikan dalam motivasi kerja yang profesional dan non-profesional perpustakaan personil?

Tidak ada perbedaan yang signifikan yang telah diamati dalam persepsi motivasi yang profesional dan non-profesional perpustakaan personil. Ini dibuktikan dengan nilai t-cal = 0. 89> lebih rendah daripada t-tab 1,96 di 198 derajat kebebasan pada tingkat 0,05. Hasil yang diperoleh pada studi ini adalah bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam diamati dirasakan motivasi kerja yang profesional dan non-profesional perpustakaan personil.
Profesional dan non-profesional personil perpustakaan memiliki motivasi kerja sama dirasakan jika mereka diberikan lingkungan kerja dan insentif yang mereka butuhkan dan pantas. Isu profesionalisme dalam pustakawan adalah salah satu yang sangat penting, tetapi tidak profesional karyawan perpustakaan dalam operasional perpustakaan dan motivasi dan komitmen juga penting. Banyak perpustakaan, melakukan pendekatan yang sama untuk motivasi bagi semua karyawannya, terlepas dari status dan kualifikasi. Oleh karena itu, tidak signifikan perbedaan persepsi mereka motivasi kerja yang mungkin terkait dengan masalah ini.
Dalam artikelnya AAP mengatakan kenyataan bahwa tidak ada hubungan yang diamati antara komitmen organisasi perpustakaan personil dan tahun, meningkahi beberapa temuan dari studi sebelumnya. Pengalaman kerja di salah satu dari awal karir memainkan peran menonjol dalam pengembangan komitmen. Hal ini umumnya merasa bahwa pengalaman akan meningkatkan tingkat komitmen para pekerja dalam sebuah organisasi, dan ini dapat tetap terjadi di bawah keadaan normal. Hasil yang diperoleh dalam kajian ini mungkin karena situasi lokal tertentu.

3. Proyek kepuasan perpustakaan personil akademik dan penelitian di perpustakaan.

AAP juga mengatakan bahwa adanya tidak ada perbedaan yang ada dalam kepuasan kerja perpustakaan personil akademik dan penelitian di perpustakaan. Hal ini ditunjukkan dengan t. cal.1.66> t.tab 1,96 pada tingkat 0,05. Pencapaian kepuasan kerja di antara personil perpustakaan melalui nilai klarifikasi, masalah pribadi, dan pendekatan yang kreatif dan pendekatan motivasi intrinsik.
4. Apa hubungan antara tahun dan komitmen pada library personil?
Hasil APP menyimpulkan bahwa tahun pengalaman tidak memiliki hubungan dengan komitmen organisasi. Hal ini terlihat pada beberapa regressions (R) dari 0,05 dan multiple correlations R Square dari o,002, yang menunjukkan 2% dari total korelasi, dan eta dan nilai 0,04 Beta.

TELAAH KRITIS
Motivasi merupakan hal yang melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu. Seseorang yang dengan sengaja mengikatkan diri menjadi bagian dari organisasi mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, salah satunya adalah agar mereka dapat berinteraksi dengan manusia lainnya dan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi. Motivasi penting diberikan kepada bawahan karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi semangat bagi bawahan dalam mengerjakan pekerjaannya, sehingga menghasilkan output yang maksimal yang akhirnya akan berdampak terhadap kepuasan kerja yang dirasakan bawahan. Kepuasan seseorang karyawan terhadap pekerjaannya, akan memberikan umpan positif terhadap organisasi. Semakin puas karyawan pada pekerjaan akan semakin besar komitmennya untuk memberikan yang terbaik kepada organisasi.
Secara makna komitmen organisasi menurut Mathis dan Jackson (2001) adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan karyawan terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran dan masuk keluar karyawan (turnover). Determinan komitmen organisasi dapat berasal dari internal karyawan maupun kondisi eksternal yang berasal dari perusahaan. Kedua penentu ini berpengaruh besar
dalam menciptakan komitmen organisasi. Menurut Luthans (1995), determinan komitmen organisasi adalah variabel-variabel (umur, masa jabatan dalam organisasi, dan pembagian seperti positif atau negatif, afeksi, atau kedudukan kontrol internal dan eksternal) dan organisasi (desain kerja dan gaya kepemimpinan pengawas).
Hasil temuan yang dikemukakan AAP mengenai adanya korelasi positif antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja. Ini artinya bahwa tingginya motivasi kerja akan meningkatnya kepuasan kerja, begitu juga sebaliknya semakin rendah motivasi kerja akan mengakibatkan menurunnya kepuasan kerja. Karena seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Kepuasan kerja yang tinggi atau baik akan membuat karyawan semakin loyal kepada perusahaan atau organisasi. Semakin termotivasi dalam bekerja, bekerja dengan resa tenang, dan yang lebih penting lagi kepuasan kerja yang tinggi akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas dan motivasi yang tinggi pula (Hasibuan, 2003).
Hal yang sama juga dikemukakan Timpe (1999) salah satu permasalahan penting bagi pimpinan dalam suatu organisasi ialah agaimana memberikan motivasi kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dalam hal ini, pimpinan dihadapkan suatu persoalan bagaimana dapat menciptakan situasi agar bawahan dapat memperoleh kepuasan secara individu dengan baik dan bagaimana cara memotivasi agar mau bekerja berdasarkan keinginan dan motivasi untuk berprestasi yang tinggi.
Dampak dari kepuasan kerja yang terpenuhi, pekerja cenderung akan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja, sebaliknya ketidakpuasan kerja akan mengakibatkan tingginya tingkat keluar masuk pekerja, ketidak hadiran, pemogokan, dan tindakan tindakan lain yang merugikan organisasi. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja , menurunnya tampilan kerja baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Sedangkan korelasi antara motivasi kerja dan komitmen yang negatif yaitu r sebesar -0.1767. Artinya motivasi kerja karyawan yang tinggi mengakibatkan rendahnya komitmen terhadap organisasi dan sebaliknya rendahnya motivasi kerja dapat meningkatnya komitmen. Komitmen yang rendah menurut Mowday (1979) akan mengakibatkan kerugian bagi organisasi karena tingginya tingkat turnover dan ini akan menimbulkan masalah :
a. Biaya.
Biaya untuk sebuah pergantian karyawan adalah pengorbanan yang harus diberikan untuk menggantikan sumber daya-sumber daya manusia yang sekarang sedang dipekerjakan, biaya-biaya sebagai akibat pergantian karyawan yang sekarang, dan pemerolehan karyawan serta pengembangan penggantinya.
b. Masalah prestasi.
Karyawan-karyawan yang memiliki prestasi tinggi yang meninggalkan organisasi mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi. Organisasi kehilangan orang-orang potensial yang selama ini dapat menunjukkan prestasi mereka dalam membangun organisasi.
c. Pola komunikasi dan sosial.
Jika orang-orang yang pergi meninggalkan organisasi adalah orang-orang yang memiliki pengaruh dalam lingkungan kerjanya, akan menyebabkan terganggunya komunikasi dan interaksi sosial dalam bentuk hilangnya keakraban dan keterpaduan dalam kelompok-kelompok yang mengalami banyak pergantian karyawan.
d. Merosotnya semangat kerja.
Karyawan-karyawan yang masih berada dalam organisasi akan terpengaruh atas tindakan rekan kerjanya yang meninggalkan organisasi, dan kemungkinan menyebabkan keinginan baru bagi mereka untuk mengikuti jejak rekan yang telah keluar. Akibatnya semangat kerja orang-orang yang masih bekerja akan menurun karena terpengaruh keinginan untuk keluar.
e. Strategi-strategi pengendalian yang kaku.
Pergantian karyawan menyebabkan timbulnya kebijakan-kebijakan baru manajemen yang lebih tidak fleksibel dibanding sebelumnya, seperti aturan yang semakin ketat, pengawasan dan evaluasi menjadi kaku, pengenaan sanksi-sanksi yang memberatkan dan merugikan karyawan.
f. Peluang strategik.
Peluang-peluang yang seharusnya dapat meningkatkan kemampulabaan perusahaan ditunda untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan sumber daya manusia akibat perputaran atau keluarnya karyawan.
Untuk mengantisipasi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi, Dessler dalam Armansyah (2002) memberikan solusi pemecahan masalah guna meningkatkan komitmen, yaitu :
1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan menejer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
2. Memperjelas dan mengkomukasikan misi Anda: Memperjelas misi dan ideologi; berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentujk tradisi,
3. Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang koprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif,
4. Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama,
5. Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.
Namun AAP dalam artikelnya tidak meneliti mengenai hubungan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi pada kedua variable tersebut mempunyai hubungan positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Spector dalam Robin (1996) dikatakan bahwa orang-orang yang memiliki nilai tinggi dalam lokus eksternal umumnya memiliki kepuasan kerja rendah dibanding dengan kaum internal. Rendahnya kepuasan kerja ini mendorong karyawan untuk tidak komit kepada organisasi, sehingga merugikan organisasi itu sendiri seperti menurunnya prestasi kerja, rendahnya semangat kerja, menurunnya tingkat disiplin. Pendapat ini juga dibuktikan oleh hasil temuan Dana (2007) yang menyimpulkan adanya korelasi kepuasan kerja dengan komitmen organisasi sebesar r=0,441 menunjukkan hubungan yang sedang berpola positif. Koefisien determinasi (R-square) 0,194 menunjukkan pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasi.


KESIMPULAN
Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Karena motivasi mempunyai korelasi positif terhadap kepuasan kerja. Artinya perubahan motivasi akan merubah tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaannya. Tetapi motivasi ini tidak ada perbedaan terhadap professional dan tidak profesionalnya kerja seseorang.
Kepuasan kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya seperti kondisi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Salah satu masalah yang sangat penting dalam mendorong kepuasan kerja bagi karyawan adalah dengan cara memberikan motivasi. Puas tidaknya seseorang dalam bekerja bukan didasarkan pada tingkat profesionalisem seseorang dalam pekerjaan, tetapi kepuasan merupakan perasaan senang dan tidak terpaksa terhadap pekerjaannya.
Motivasi berkorelasi negatif terhadap komitmen organisasi, meskpun demikian organisasi tetap harus komitmen terhadap menonjolkan kelebihan-kelebihan organisasi dan karyawan tetap merasa bangga, serta memiliki pemikiran untuk tetap berada dalam organisasi, merasa akan menemukan masalah dan hambatan jika keluar dari organisasi. Karena jika komitmen para anggota kurang terhadap organisasi dan komitmen organisasi kurang terhadap karyawan, ini akan memberikan dampak negative terhadap organisasi seperti menimbulkan tingkat turnover yang tinggi, sehingga organisasi akan mengalami kerugian-kerugian. Oleh karena itu motivasi merupakan salah satu sebab karyawan mempunyai komitmen terhadap organisasi, maka dari itu organisasi harus memberikan motivasi kerja kepada karyawan. Namun dalam artikel AAP tidak membahas hal ini karena AAP hanya tidak melihat kausalitas antara variable kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

REFERENSI

Akintoye (2000), The place of financial management in personnel psychology, A Paper Presented as Part of Personnel Psychology Guest Lecture Series. Department of Guidance and Counselling, University of Ibadan, Nigeria.

Amstrong, (1999), Human resources management practice. London: Kogan Page.

Armansyah, (2002) Komitmen Organisasi dan Imbalan Finansial, Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol. 02 No. 02 Oktober 2002

Becker, T.E,; Randal, D.M, & Riegel, C.D.(1995). The multidimensional view of commitment and theory of reasoned action: A comparative evaluation: Journal of Management.

Dana, Mubasysyir Hasanbasri, (2007), Hubungan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) di Politeknik Kesehatan Banjarmasin, Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hasibuan, M. (2003), Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.

Locke, E.A. & Lathan, G.P. (1990). Theory of goal setting and task performance. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall

Luthans, Fred. (1995). Organizational Behavior, Seventh Edition. McGraw-Hill, Inc.

Mathis, Robert L. dan Jackson, John H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat. Jakarta.

Meyer, J.P., & Allen, N.J. (1991). A three component conceptualization of organizational commitment. Human Resource Management Review 1

Miner, J.B., Ebrahimi, B., & Wachtel, J.M. (1995). How deficiency in management contributes to the United States' competiveness problem and what can be done about it? Human Resource Management

Mowday, R.T. and Porter, L.W. (1979) Satisfaction, Commitment, and Psycological Well-Being Among HMO Physicians. The Permanent Journal. http://www.kaiserpermanente.org/medicine/permjournal/spring98pj/satisfaction.html.

Northcraft, T. & Neale, H. (1996). Organisation Behaviour. London: Prentice-Hall

Olajide, A. (2000). Getting the best out of the employees in a developing economy. A Personnel Psychology Guest Lecture Series. Department of Guidance and Counselling, University of Ibadan, Nigeria.

Robin, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi. Konsep. Kontroversi. Aplikasi Jilid 1. Prenhallindo. Jakarta

Supardi dan Anwar, S. 2004. Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Yogjakarta: UII Press

Timpe, D.A. (1999). Produktivitas: Seri Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Alex Media Komputindo.

0 Response to "Work Motivation, Job Satisfaction, and Organizational Commitment"

Mutiara dari Baginda Nabi SAW

Tiga sifat manusia yang merusak adalah, kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan.

Kata Pilihan 1

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar.

Kata Pilihan 2

Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kehilafan, berputus asa dengan kehilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kehilafan yang kamu lakukan, wahai Ibn ‘Imran.

Kata Pilihan 3

Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’.” (QS. Al-An'âm [6]: 162-163)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel