Catatan Pasar Modal
12/08/2009 10:52:00 PM
Add Comment
Karakteristik pasar modal Indonesia
Sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya. Apabila sekuritas ini bisa diperjual belikan, dan merupakan instrumen keuangan yang berjangka panjang, maka penerbitannya dilakukan di pasar yang disebut sebagai pasar modal, sedangkan kegiatan perdagangannya dilakukan di bursa. Di Indonesia terdapat dua bursa, yaitu PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT. Bursa Efek Surabaya (BES).
a. Bursa Efek di Indonesia
Setelah sekuritas terjual di pasar perdana, sekuritas tersebut kemudian didaftarkan di bursa efek, agar nantinya dapat diperjual belikan di bursa. Saat pertama kali sekuritas tersebut diperdagangkan di bursa, biasanya memerlukan waktu sekitar 4-6 minggu dari saat IPO (Initial Public Offering). Pada waktu sekuritas tersebut mulai diperdagangkan di bursa, dikatakan sekuritas tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Di Indonesia terdapat dua bursa, yaitu PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT. Bursa Efek Surabaya (BES). Dengan demikian maka bursa efek merupakan perusahaan yang jasa utamanya adalah menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas di pasar sekunder (Suad Husnan 1998:30).
1) Securities House (Perusahaan Efek)
Securities houses merupakan perusahaan yang dapat bertindak sebagai underwriter, broker-dealer, broker, dan investment manager. Kalau security house bertindak sebagai dealer, maka perusahaan tersebut membeli dan menjual sekuritas untuk dirinya sendiri, sedangkan kalau bertindak sebagai broker, maka ia membeli dan menjual sekuritas untuk pihak lain. Di Indonesia, kedua istilah tersebut sering dijadikan satu dan disebut sebagai pialang. Sesuai dengan UU nomor 8 dahun 1995, perusahaan efek haruslah berbentuk Perseroan yang telah memperoleh izin dari Bapepam. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan adalah sebagai penjamin emisi efek (sebagai underwriter), perantara perdagangan efek (sebagai broker saja atau broker-dealer), dan atau manajer investasi (yaitu pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah). Disamping perusahaan efek juga terdapat penasihat investasi (investment consultant), pihak yang memberikan nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan dan pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.
Apabila seorang pemodal ingin membeli atau menjual saham yang terdaftar di BEJ, maka ia harus menggunakan jasa perusahaan efek yang menjadi anggota BEJ tersebut. Untuk jasanya tersebut, pialang (istilah resminya wakil perantara pedagang efek), yang merupakan orang yang mewakili perusahaan efek tersebut akan memperoleh imbalan dari pemodal dalam bentuk komisi yang berkisar 0,25-0,40% dari nilai perdagangan, sedangkan BEJ memperoleh fee sebagai salah satu sumber penghasilannya dari para pialang atas transaksi mereka. Pengenaan komisi tersebut belum termasuk pajak transaksi dari transaksi penjualan saham sebesar 0,1%.
2) Order Untuk Transaksi
Secara umum yang perlu dilakukan para pemodal dalam menggunakan jasa pialang adalah memberikan spesifikasi order. Dalam order perdagangan saham, pemodal harus menjelaskan: (1) nama perusahaan, (2) apakah order perdagangan tersebut untuk membeli atau menjual, (3) besarnya order, (4) berapa lama order tersebut akan berlaku, dan (5) tipe order yang dipergunakan.
Dalam memberikan order pemodal harus menjelaskan berapa lama order tersebut akan berlaku. Order harian berarti bahwa pialang harus berupaya untuk memenuhi permintaan pemodal pada hari tersebut. Kalau pada hari tersebut tidak bisa dipenuhi, maka order tersebut batal pada hari tersebut. Kalau pada hari tersebut tidak bisa dipenuhi, maka order tersebut batal pada keesokan harinya. Kadang-kadang order dinyatakan sebagai open order atau good-till-cancelled (GTC). Order ini akan tetap berlaku sampai pialang bisa memenuhi permintaan pemodal atau sampai pemodal membatalkannya.
Tipe order bisa dinyatakan dalam bentuk market order, yang berarti bahwa pialang diminta membeli atau menjual saham pada harga pasar. Dengan demikian pemodal tahu bahwa pialang pasti akan melaksanakan order tersebut, tetapi tidak pasti tentang harga yang akan diterima atau dibayar. Pemodal bisa menentukan dengan menetapkan limit order. Dalam hal menjual saham pemodal akan menentukan bahwa saham tersebut akan dilepas kalau harga melebihi atau sama dengan harga tertentu. Dalam hal membeli saham, pemodal akan menentukan berapa harga maksimal yang bersedia dibayar. Variasi lain adalah stop order (disebut juga sebagai stop loss order) dan stop limit order. Pada stop order pemodal harus menentukan apa yang disebut sebagai stop price. Tujuan dari order ini adalah untuk melindungi terhadap kerugian yang mungkin terjadi. Untuk order penjualan, stop price harus dibawah harga pasar pada waktu order diberikan. Sebaliknya untuk order pembelian, stop pricenya harus diatas harga pasar pada waktu order dilakukan. Apabila seseorang kemudian memperdagangkan saham pada harga yang mencapai atau melebihi stop price, stop price tersebut menjadi market price dan order dilaksanakan.
Di BEJ tipe order yang dapat dipergunakan adalah market order, limit order, dan discretionery order. Kedua tipe order yang pertama sama dengan penjelasan di atas, sedngkan discretionary order berarti bahwa order tersebut akan dilaksanakan pada harga yang menurut anggota bursa (pialang) terbaik bagi klien (pemodal). Dengan demikian discretionary order hanya dilakukan oleh pialang yang telah mempunyai hubungan baik dengan kliennya. Semua order tersebut berlaku hanya untuk satu hari, kecuali dinyatakan sebagai good-till-cancelled.
3) Perdagangan di Bursa
Di BEJ, perdagangan sekuritas dilakukan pada tiga segmen pasar yang utama, yaitu :
a) Pasar reguler
Pasar reguler adalah tempat untuk para pemodal yang ingin memperoleh harga terbaik bagi sekuritas mereka. Perdagangan di pasar reguler ini terbentuk sesuai dengan mekanisme pasar.
b) Pasar non-reguler (negosiasi)
perdagangan non-reguler akan dipilih para pemodal yang ingin membeli atau menjual sekuritas dalam jumlah dan harga yang sesuai dengan kesepakatan mereka sendiri.
c) Pasar tunai
perdagangan tunai ini ditujukan pada para pialang yang tidak mampu menyerahkan sekuritas yang diperdagangkan pada hari ke lima setelah transaksi (t+4).
Pembentukan harga di BEJ dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu pasar lelang dan pasar negosiasi. Pada perdagangan reguler, harga terbentuk sesuai dengan harga lelang dengan proses tawar menawar didasarkan atas prioritas harga dan prioritas waktu. Dengan sistem ini maka para pialang akan memasukkan order yang mereka terima dari para pemodal (atau order atas nama mereka sendiri) ke dalam terminal komputer mereka di lantai bursa. Dengan perkembangan teknologi yang pesat, saat ini pemasukan order ke dalam terminal cukup dilakukan di kantor perusahaan efek, tidak perlu di lantai bursa. Dengan demikian akan tercipta perdagangan jarak jauh (remote trading).
Di BEJ tidak terdapat pihak yang bertindak sebagai market maker yaitu pihak yang selalu menyebutkan bahwa ia bersedia membeli atau menjual suatu saham dengan harga tertentu. Dengan tidak adanya market marker, maka quotation (penyebutan) harga saham hanya didasarkan atas order dari para pemodal. Apabila pada suatu hari tidak ada pemodal yang akan membeli atau menjual suatu saham, maka saham tersebut tidak mempunyai harga untuk hari itu. Harga yang dicantumkan pada pasar reguler adalah harga terakhir saham tersebut diperdagangkan. Oleh karena itu sistem yang dipergunakan oleh BEJ disebut juga sebagai order driven market.
Harga saham dinyatakan dalam kelipatan Rp. 5 (harga saham <> Rp. 1.000,00) yang disebut satu point atau istilah umum untuk besaran kelipatan harga ini disebut sebagai tick size. Jadi apabila harga saham tersebut dikatakan naik 5 point, berarti harga saham tersebut naik sebesar Rp. 25 (harga saham <> Rp. 1.000,00). Perdagangan reguler dilakukan sesuai dengan sistem perdagangan kontinyu dengan jumlah satuan lot, satu lot terdiri dari 500 lembar saham. Pada harga inilah indeks pasar (IHSG dan LQ45 yang disusun mulai Juli 1994) disusun.
Perdagangan non-reguler (negosiasi) dilakukan pada papan perdagangan yang berbeda dan terdiri dari empat tipe, yaitu :
a) Block Trading
Block trading dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar, yaitu minimal 200.000 lembar saham.
b) Crossing
Crossing (transaksi tutup sendiri) dilakukan oleh anggota bursa yang memperoleh order jual dan beli di atas suatu saham dalam jumlah dan harga yang sama.
c) Foreign Board
Perdagangan di foreign board dilakukan oleh para pemodal asing untuk saham-saham yang jatah pemodal asing telah habis.
d) Odd Lot
Odd lot adalah perdagangan yang dilakukan untuk jumlah yang lebih kecil dari 500 lembar saham
b. Sistem Perdagangan dan Penyelesaian Transaksi (Settlement)
Setelah pemodal melakukan transaksi lewat pialang yakni membeli saham, maka ia tidak akan menerima saham yang dibelinya pada saat itu juga. Di BEJ ia akan menerima saham tersebut empat hari setelah tanggal transaksi (t+4). Sekuritas yang ditransaksikan haruslah sekuritas yang valid. Bursa menyediakan berbagai fasilitas, tempat dan informasi untuk menyelesaikan transaksi tersebut.
Pada hari transaksi (t+0), BEJ memberikan kepada para anggota bursa lembar transaksi anggota bursa (LTAB) yang berisiskan data tentang transaksi yang dilakukan. LTAB merupakan keterangan tentang penyerahan dan/atau pembayaran sekuritas yang harus dilakukan untuk setiap penyerahan sekuritas dan pembayaran. Akhirnya pada t+5, anggota bursa mengembalikan LTAB sebagai pernyataan bahwa settlement telah selesai.
Anggota bursa yang tidak mampu menyelesaikan kewajiban mereka, yaitu menyerahkan saham pada t+4 dilarang untuk melakukan kegiatan perdagangan di pasar reguler maupun non reguler dan harus menyelesaikan kewajiban tersebut di perdagangan kas (cash trading). Apabila anggota bursa tidak dapat memenuhi kewajiban di pasar non-reguler, maka pada hari t+5 harus dapat memenuhi kewajiban tersebut, sedangkan bila default tersebut terjadi pada pasar reguler, maka KDEI (yaitu lembaga yang dapat melakukan kliring dan deposit efek) akan melakukan pembelian untuk mengganti kewajiban yang tidak dipenuhi oleh anggota bursa tersebut. Anggota bursa yang default tersebut harus membayar denda sebesar 0,5% dari nilai transaksi dan diberi peringatan. Keterlambatan membayar denda akan dikenakan penalty sebesar 1% setiap hari.
Mulai Mei 1995, BEJ menggunakan sistem perdagangan secara elektronik yang disebut the Jakarta Automated Trading System (JATS). Komponen utama JATS adalah komputer pemroses data utama, gateways (komputer-komputer subsidiari) dan stasiun kerja (workstation) para traders yang terdiri dari terminal untuk para pialang. Komputer pemroses data utama melakukan proses perdagangan dengan menerima dan memproses berbagai order dari para pialang, mentransmisikan informasi pasar ke berbagai workstation dan mencocokkan (matching) order beli dan jual untuk alokasi yang sesuai.
Dengan memonitor kondisi pasar dengan terminal JATS, seorang pialang dapat menyediakan informasi pasar yang akurat dengan telepon ke para dealer di kantor perusahaan sekuritas. Para dealers kemudian dapat menyampaikan informasi pasar tersebut kepada para pemodal yang akan mengambil keputusan untuk membeli atau menjual saham. Setelah menerima order dari kantor perusahaannya, seorang pialang di lantai bursa dapat memasukkan order tersebut ke JATS lewat terminal yang dimilikinya. Order tersebut kemudian dicocokkan apabila ada order yang sesuai dalam sistem tersebut atau “ditahan” samapai tersedia order yang cocok. Sistem JATS dalam mencocokkan order, menggunakan mekanisme prioritas harga dan waktu.
Jenis-jenis saham
Ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham yaitu :
1) Ditinjau dari segi manfaatnya saham dapat digolongkan menjadi 2 yaitu saham preferen dan saham biasa (Jogiyanto, 2000:67)
a) Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa. Seperti obligasi yang membayar bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi. Saham preferen mempunyai beberapa hak yaitu hak atas dividen tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi serta memberikan hak dividen kumulatif, yaitu memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan sebelum pemegang saham biasa menerima dividennya.
b) Saham Biasa (common stock)
Saham biasa adalah saham yang diterbitkan suatu perusahaan yang hanya terdiri dari satu macam saham saja. Pemegang saham biasa memiliki hak kontrol, hak menerima pembagian keuntungan, hak prepentif dan hak klaim sisa. Dalam pembagian dividen saham biasa menempatkan pemiliknya paling junior dibandingkan dengan saham preferen. Demikian pula terhadap hak harta kekayaan perusahaan setelah dilikuidasi.
2) Ditinjau dari peralihanya saham dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Saham atas unjuk (bearer stock) yaitu saham yang diterbitkan tanpa disertai pencantuman nama pemegangnya, sehingga pemiliknya sangat mudah untuk mengalihkan atau memindahkannya pada orang lain karena sifatnya mirip dengan uang. Barang siapa yang memegang sertifikat atas unjuk dianggap sebagai pemilik dan berhak atas pembagian dividen serta berhak untuk hadir mengeluarkan suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
b) Saham atas nama (registered stock) adalah saham yang diterbitkan disertai pencantuman nama pemegangnya, cara peralihannya melalui prosedur tertentu yaitu dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Pada saat ini yang umum diperdagangkan di Indonesia adalah saham atas nama.
3) Ditinjau dari kinerja perdagangannya dibagi menjadi :
a) Blue Chip Stock, saham dapat diklasifikasikan sebagai blue chip stock bila perusahaan penerbitnya memiliki reputasi baik. Juga dalam sejarah yang paling emiten mampu menghasilkan pendapatan yang tinggi dan konsisten dalam membayar dividen tunai.
b) Income Stock yaitu saham yang memiliki kemampuan untuk membagi dividennya lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan tahun-tahun sebelumnya. Emiten yang mampu melakukan hal ini adalah yang mampu menghasilkan pendapatan yang tinggi dengan teratur memberikan pendapatan tunai.
c) Growth stock (well known), jika emiten merupakan pimpinan di dalam industrinya dan selama beberapa tahun terakhir berturut-turut mampu mendapatkan hasil di atas rata-rata emiten saham ini biasanya mempunyai reputasi tinggi dan gaya publisitas yang tampak glamour dalam memperbaiki peningkatan atau penurunan harga sahamnya.
d) Growth stock (lesser-known), yaitu saham yang umumnya pemiliknya tidak menjadi pemimpin dalam individunya. Namun selama ini tetap memiliki ciri-ciri seperti growth stock (well-known) yaitu mampu mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penghasilan rata-rata tahun terakhir.
e) Speculative stock (saham spekulatif), yaitu saham yang emitennya tidak bisa secara konsisten mendapatkan penghasilan dari tahun ke tahun, namun memiliki potensi untuk mendapatkan penghasilan yang baik dimasa yang datang.
f) Cylical stock (saham bersiklus) merupakan perkembangan saham yang mengikuti situasi ekonomi makro atau kondisi bisnis secara umum selain ekonomi makro sedang mengalami ekspansi. Emiten saham ini akan mampu mendapatkan penghasilan yang tinggi pula demikian pula sebaliknya.
g) Defensive atau Counter Cyclical Stock (saham bertahan) merupakan jenis yang tidak mungkin terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi, harga saham tetap mengisi sebab mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emitennya mendapatkan penghasilan yang tinggi pada kondisi resesi.
Dengan pengklasifikasian saham biasa seperti tersebut diatas maka dapat dilihat kelebihan dari investasi saham biasa ini satu kali kemampuannya dalam memberikan tingkat keuntungan (rate of return) yang tertinggi dalam arti tergantung pada perusahaan penerbitnya, meskipun pengklasifikasiannya atas beberapa kelompok saham tidak selalu tepat, namun setidaknya dapat membantu investor maupun pialang untuk membedakan maupun memiliki saham-saham yang di inginkan
Investasi
a. Pengertian investasi
Investasi dalam arti luas merupakan pengorbanan sejumlah uang saat ini untuk memperoleh sejumlah uang di masa yang akan datang. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang (Sunariyah, 2003:47). Menurut Jogiyanto (2000:5) dikatakan bahwa, investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk dapat digunakan dalam produksi efisien selama periode waktu tertentu.
Definisi berikutnya adalah menurut Tandelilin (2001:37), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang di lakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang. Menurut Husnan (1998:18) menyatakan investasi adalah setiap penggunaan uang dengan maksud untuk memperoleh penghasilan.
Menurut bentuknya investasi dibedakan menjadi investasi dalam aktiva finansial (financial investment) dan investasi dalam aktiva riil (real investment). Investasi dalam aktiva finansial lebih merupakan kepemilikan hak klaim atau aktiva yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk dokumen legal yang kemudian disebut sebagai sekuritas (surat berharga), sedangkan untuk investasi dalam aktiva riil berupa aktiva berwujud yang tampak nyata (bangunan, tanah, dsb).
Seorang investor yang menghendaki tingkat pengembalian yang tinggi, tentu akan menghadapi risiko yang tinggi pula. Untuk menyikapi hal tersebut, maka salah satu caranya adalah dengan menggunakan upaya diversifikasi yang tepat diantara bermacam-macam bentuk pilihan investasi yang ada.
Keputusan investasi adalah suatu analisis investasi yang selalu melibatkan empat unsur pokok pertimbangan. Unsur pokok keputusan investasi antara lain kondisi pemodal, motif investasi, karakteristik instrumen dan teknik serta model analisis. Pendapat lain, ”Keputusan investasi selalu mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian” (Mulyadi,1989 :126).
b. Tipe-tipe investasi keuangan
Menurut Jogiyanto (1998:6-9), investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung yaitu pengembalian langsung aktiva keuangan di suatu perusahaan baik milik perantara atau dengan cara lain. Investasi yang tidak langsung yaitu pembelian saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio aktiva-aktiva keuangan di perusahaan lain:
1) Investasi Langsung
Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjualbelikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market), atau pasar turunan (derivative market). Aktiva yang dapat diperjualbelikan di pasar uang berupa aktiva yang mempunyai risiko yang gagal kecil, jatuh temponya pendek dengan tingkat cair yang tinggi. Contoh aktiva ini dapat berupa Treasury bill yang banyak digunakan dalam penelitian keuangan sebagai proksi return bebas risiko.
Pasar modal sifatnya adalah untuk investasi jangka panjang. Dalam pasar modal ini yang diperjualbelikan adalah aktiva keuangan berupa surat-surat berharga pendapatan tetap dan saham-saham. Instrumen yang diperjualbelikan di pasar turunan adalah opsi dan future contract.
2) Investasi tidak langsung
Investasi tidak langsung dilakukan dengan cara membeli surat-surat berharga di perusahaan investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke portofolio. Perusahaan investasi dapat diklasifikasikan sebagai unit investment, clossed-end investment companies dan open-end investment companies.
Unit investment trust merupakan trust yang menerbitkan portofolio yang dibentuk dari surat-surat berharga berpenghasilan tetap (misalnya bond) dan ditangani oleh orang kepercayaan yang independen. Closed-end investment companies merupakan perusahaan investasi yang menjual sahamnya pada saat penawaran perdananya (initial public offering) saja dan selanjutnya tidak menawarkan lagi tambahan lembar sahamnya. Open-end investment companies dikenal dengan perusahaan reksadana (mutual funds). Perusahaan investasi ini masih menjual saham baru untuk investor setelah penjualan saham perdananya, selanjutnya pemegang saham dapat menjual kembali sahamnya ke perusahaan reksadana bersangkutan.
Return On Asset (ROA)
Pengukuran kinerja dengan ROA menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan. (Bambang R, 1997). ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif (rugi) pula. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan aktiva belum mampu menghasilkan laba.
Kelemahan utama pada pengukuran akuntansi tradisional seperti ROA sebagai pengukur penciptaan nilai adalah mengabaikan adanya biaya modal, sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau tidak.
Rumus yang digunakan untuk mengukur ROA adalah sebagai berikut (Bambang R, 1997) :
Laba bersih setelah pajak
ROA =_____________________X 100%
Total Aktiva
Keterangan :
Laba bersih setelah pajak (earning after tax) = laba bersih setelah bunga dan pajak.
Total aktiva = seluruh aktiva perusahaan yang terdapat dalam neraca.
Jika hasil dari aktiva lebih dari atau sama dengan 10%, maka perusahaan tersebut efektif atau kinerja keuangannya relatif baik. (Weston dan Brigham, 1995).
PENGARUH BESARAN PERUSAHAAN TERHADAP KONSENTRASI KEPEMILIKAN SAHAM, LIKUDITAS SAHAM, FREE CASH FLOW, DIVERSIFIKASI USAHA, LEVERAGE DAN NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI INDONESIA
Untuk membiayai investasi dan operasionalisasi perusahaan, dibutuhkan sumber dana. Pada dasarnya ada tiga sumber dana utama yaitu laba yang ditahan, hutang dan saham. Menurut teori packing order, perusahaan akan mengutamakan sumber dana dan laba ditahan kemudian hutang dan saham. Penerbitan suatu saham memiliki keunggulan dan kelemahan.
Studi mi bertujuan untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap konsentrasi kepemilikan saham (KKS). Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap likuditas saham (LKS).Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap free cash flow FCF).Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap diversifikasi usaha (DIV).Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP terhadap leverage (LEV). Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kepemilikan saham (KKS) terhadap nilai perusahaan (NPN).Untuk mengetahui pengaruh likuiditas saham (LKS) terhadap nilai perusahaan (NPN). Untuk mengetahui pengaruh free cash flow (FCF) terhadap nilai perusahaan (NPN).Untuk mengetahui pengaruh diversifikasi usaha (DIV) terhadap nilai perusahaan (NPN) Untuk mengetahui pengaruh leverage (LEV) terhadap nilai perusahaan (NPN) Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap nilai perusahaan (NPN).
Hubungan Besaran perusahaan Dan Konsentrasi Kepemilikan Saham. Semakin besar perusahaan maka semakin tersebar struktur kepemilikan saham (semakin rendah tingkat konsentrasi kepemilikan saham), karena perusahaan besar menghasilkan biaya pengawasan yang lebih besar, sehingga lebih tidak terkonsentrasi (Demsetz and Lehn, 1985). Perusahaan besar semakin tinggi pemenuhan kebutuhan dana lewat penerbitan saham baru (Jones and Mygind, 2003) . Hubungan Besaran perusahaan Dan Likuditas Saham : Semakin besar perusahaan semakin tinggi likuiditas saham karena perusahaan besar memiliki jumlah saham beredar yang lebih besar (Rauterkus, 2002) dan Brennan et al. (1998). Karena investor lebih menyukai perusahaan besar ketimbang perusahaan kecil. (Pool, 2006). Hubungan Besaran perusahaan Danfree cash flow: Semakin besar besaran perusahaan maka semakin besar free cash flow, karena manajer akan menahan free cash flow (arus kas bebas) dan menggunakannya untuk kepentingannya (Degryse and Jong, 2000), free cash flow merupakan sumberdaya yang mudah digunakan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan (Doug, 1997) dan (Gentry, et al., 1997)
Hubungan Besaran perusahaan Dan Diversifikasi Usaha : Semakin besar perusahaan maka semakin tinggi diversifikasi, karena penambahan lini usaha (diversifikasi) memberikan manfaat bagi manajer (Pandya and Rao, 1998) karena semakin besar perusahaan maka semakin tinggi kemampuannya untuk masuk dalam lini produk baru (Grossman, 2003),. semakin besar perusahaan
maka semakin luas cakupan lokasi geografis bisnisnya (Hutchinson, et al., 2006). Hubungan Besaran perusahaan Dan Leverage :semakin besar perusahaan maka semakin kecil penggunaan leverage karena mereka lebih memilih penerbitan saham karena underwriter fees yang semakin besar (Manuel and Pilotte, 1992) dan Smith (1977), karena hutang akan meningkatkan resiko kebangkrutan dan ancaman pengambilatihan (Bayless, 1994). Hubungan Likuiditas Saliam Dan Nilai Perusahaan :Semakin rendah likuiditas maka semakin rendah nilai pasar sehingga semakin rendah nilai perusahaan (Bebchuk, 1999), (Eleswarapu and Krislinamurti, 2004) dan (Tadesse, 2000).
Hubungan Konsentrasi kepemilikan Saham Dan Nilai Perusahaan semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka semakin tinggi nilai perusahaan karena semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka semakin kuat tekanan dari pemegang saham kepada manajemen untuk memaksimalkan nilai perusahaan (kesejajaran kepentingan) (Hertzel and Smith, 1993), (Servaes, 1996) dan (Wruck, 1989). Hubungan Free cash flow Dan Nilai Perusahaan :semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi nilai perusahaan, karena semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi dana tersebut dialokasikan pada kekayaan pemegang saham, sehingga semakin tinggi nilai perusahaan (Richardson, 2002), karena semakin besar dana yang dialokasikan pada program repurchase stock (pembelian ulang saham) yang akan meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan harga jual pasar (Jensen, 1986). Hubungan Diversifikasi Usaha Dan nilai perusahaan :Semakin banyak segmen bisnis (semakin tinggi diversifkasi) maka semakin rendah nilai perusahaan semakin tinggi diversifikasi maka semakin tinggi ketidakefisienan subsidi silang antar segmen (Servaes, 1996), (Lamont and Polk, 2002) dan Campa and Kedia, 2002) Semakin banyak lini bisnis maka semakin sulit untuk melakukan kontrol atas persaingan, pertumbuhan dan strategi tingkat produk yang berbeda-beda, (Berger and Ofek, 1995)
Hubungan Leverage Dan Nilai Perusahaan: semakin tinggi leverage maka semakin tinggi hutang sehingga semakin tinggi nilai perusahaan karena pembiayaan dengan hutang akan diperhitungkan dengan sebaik-baiknya. Itu berarti perusahaan akan menggunakan hutang secara efisien. (Martin, 1996) karena Hutang akan mengurangi konsumsi yang berlebihan manajemen atas uang perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan (Nash, et al., 2003), karena peningkatan hutang akan meningkatkan resiko kebangkrutan. Ini akan meningkatkan sikap takut akan resiko dari pihak manajemen. Sikap ini akan mendorong manajemen untuk membuat keputusan dengan efisien. Berger, et al., 1997). Hubungan Besaran perusahaan Dan Nilai Perusahaan : semakin besar perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaan karena perusahaan besar untuk membiayai proyek-proyek investasi masa depan yang menguntungkan. Semakin banyak peluang investasi menguntungkan yang dibiayai perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaan. (Short and Keasey, 1999), semakin besar besaran perusahaan, citeris paribus, semakin besar sumberdaya modal perusahaan dan semakin besar nilai pasar (Demsetz and Lehn, 1985).
Studi ini menggunakan sampel 117 perusahaan manufaktur yang Go Public di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah analisis jaringan dengan program bantu analisis AMOS. Dengan tahun penelitian : 1998-2005.
Kesimpulan studi ini adalah :Hasil studi mendukung pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap konsentrasi kepemilikan saham (KKS), tidak mendukung bahwa besaran perusahaan (UKP) berpengaruh signifikan terhadap likuditas saham (LKS), mendukung pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap free cash, flow (FCF), mendukung pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap diversifikasi usaha (DIV), tidak mendukung bahwa besaran perusahaan (UKP) berpengaruh signifikan terhadap leverage (LEV), mendukung pengaruh konsentrasi kepemilikan saham (KKS) terhadap nilai perusahaan (NPN), mendukung pengaruh likuiditas saham (LKS) terhadap nilai perusahaan (NPN), mendukung pengaruh free cash flow (FCF) terhadap nilai perusahaan (NPN), tidak mendukung bahwa diversifikasi usaha (DIV) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (NPN), mendukung pengaruh leverage (LEV) terhadap nilai perusahaan (NPN), menolak bahwa besaran perusahaan (UKP) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (NPN), Kesimpulan secara menyeluruh menunjukkan, secara langsung besaran perusahaan tidak signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. Secara umum juga dapat dikatakan bahwa teori keagenan dalam menjelaskan firm size effect tidak terbukti.
Pasar Modal / Stock Exchange
a. Pengertian pasar modal
Pengertian pasar modal di Indonesia tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan bahwa pasar modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Menurut Husnan (1996:37) pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, atau modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, BUMN, maupun perusahaan swasta.
Pasar modal juga dapat diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang pada umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Sedangkan tempat dimana terjadinya jual beli sekuritas disebut dengan bursa efek. Oleh karena itu, bursa efek merupakan arti dari pasar modal secara fisik. Di Indonesia terdapat dua bursa efek yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (Tandelilin,2001:13).
b. Fungsi Pasar Modal
Menurut Husnan (1998:4-6) ada beberapa keunggulan pasar
modal, yaitu :
1) Pasar modal diharapkan bisa menjadi alternatif penghimpun dana selain perbankan. Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan surat-surat berharga dalam bentuk surat hutang (obligasi) maupun surat tanda kepemilikan (saham) dalam menghimpun dana.
2) Pasar modal memungkinkan para investor mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Para leader dapat melakukan diversifikasi dalam investasi dengan membentuk portofolio sesuai dengan risiko yang ditanggung dan tingkat keuntungan yang diinginkan.
c. Tipe Pasar Modal
Menurut Jogiyanto (2000:15-16) pasar modal memiliki beberapa tipe pasar, yaitu :
1) Pasar primer (primary market)
Pasar primer (perdana) adalah tempat penjualan atau penawaran saham baru dari perusahaan yang menerbitkan saham (emiten) kepada investor sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Pasar primer merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham-saham yang dijual untuk pertama kalinya sebelum saham dicatatkan di bursa.
2) Pasar sekunder (secondary market)
Pasar sekunder adalah tempat perdagangan surat berharga yang sudah beredar. Pasar ini merupakan pasar dimana saham dan sekuritas lainnya diperjualbelikan secara luas, setelah melalui penjualan atau penawaran di pasar perdana. Pasar sekunder dibedakan menjadi stock exchange market (pasar bursa saham atau bursa efek) dan over the counter (OTC) market. Sekuritas dari perusahaan kecil umumnya diperdagangkan di OTC market, sedangkan sekuritas untuk perusahaan yang besar di stock exchange.
3) Pasar ketiga (third market)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lainnya diluar bursa OTC market. Pasar ini merupakan pasar perdagangan surat berharga yang dijalankan oleh broker (pialang) yang mempertemukan pembeli dan penjual pada saat pasar kedua tutup.
4) Pasar keempat (fourth market)
Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antara investor tanpa melalui perantara pedagang efek (broker) atau pasar modal yang dilakukan diantara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi untuk broker. Bentuk transaksi dalam perdagangan semacam ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar.
d. Manfaat Pasar Modal
Darmaji (2001:3) menyampaikan beberapa manfaat pasar modal, yaitu:
1) Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2) Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.
3) Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
4) Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, serta penciptaan iklim berusaha yang tepat.
5) Menciptakan lapangan pekerjaan atau profesi yang menarik.
6) Memberi kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek bagus.
7) Alternatif investasi yang memberikan investasi keuntungan dengan risiko yang dapat diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
8) Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial.
9) Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, dan mendorong pemanfaatan manajemen yang profesional.
10) Sumber pembiayaan jangka panjang bagi emiten.
e. Pelaku pasar modal
1) Emiten
Emiten adalah perusahaan yang melakukan emisi, baik berupa saham ataupun obligasi. Dengan kata lain emiten adalah perusahaan yang mengeluarkan efek utuk dijual atau diperdagangkan dengan tujuan memperoleh dana.
2) Investor
Investor merupakan pihak yang menginvestasikan dananya melalui pembelian efek dengan tujuan memperoleh keuntungan dari efek yang dibelinya.
3) Lembaga Penunjang
Perkembangan pasar modal akan mendorong perkembangan lembaga penunjang seperti BAPEPAM, Akuntan Publik, Konsultan Hukum serta lembaga penunjang yang lain menjadi lebih profesional dalam pelayanannya sesuai dengan bidang masing-masing.
4) Pemerintah
Pembangunan yang dilakukan memerlukan pendanaan yang cukup besar. Perkembangan pasar modal menjadi suatu alternatif dalam pemanfaatan potensi masyarakat sebagai sumber pembiayaan.
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar modal
Pasar modal merupakan pertemuan supply dan demand dana jangka panjang yang transferable. Keberhasilan pembentukan pasar modal dipengaruhi supply dan demand tersebut. Menurut Husnan (1998:8-9) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar modal, yaitu:
1) Supply Sekuritas
Faktor ini menunjukkan banyaknya perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal.
2) Demand Sekuritas
Faktor ini adalah terdapatnya anggota masyarakat yang memiliki jumlah dana cukup besar dan dipergunakan untuk membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan.
3) Kondisi politik dan ekonomi
Faktor ini yang akhirnya akan mempengaruhi supply dan demand sekuritas. Kondisi stabilitas politik ini ikut membantu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempengaruhi supply dan demand sekuritas.
Keunggulan dan Kelemahan Analisis Rasio
Analisis rasio yang memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan perhitungan rugi/laba, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu perusahaan dan menilai posisinya saat ini. Analisis ini juga memungkinkan manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditur atau penanam modal (investor) terhadap keadaan perusahaan dan dengan demikian dapat mencari cara-cara yang tepat untuk mendapatkan dana.
Meskipun rasio-rasio keuangan merupakan alat yang sangat berguna akan tetapi tetap ada kekurangan-kekurangan atau keterbatasan sehingga harus digunakan secara hati-hati. Rasio-rasio keuangan disusun dari data-data akuntansi, sedangkan data tersebut dapat ditafsirkan dengan berbagai macam cara dan bahkan bisa dimanipulasi. Seorang manajer juga harus berhati-hati dalam menilai apakah suatu rasio baik atau buruk dalam menyimpulkan penilaian atas suatu perusahaan berdasarkan suatu perangkat rasio-rasio. Kalau analisis rasio keuangan suatu perusahaan menunjukkan pola yang berbeda dengan norma-norma sektor industrinya, tidak berarti hal ini menunjukkan ada yang kurang beres dengan perusahaan tersebut. Sebaliknya, kesamaan dengan rasio-rasio sektor industri bersangkutan tidak menjamin bahwa perusahaan berjalan dengan normal dan dikelola dengan baik. (Djakman, 2000).
Beta saham
Pengukuran risiko sistematik untuk suatu saham dapat ditunjukkan dengan koefisien beta. Beta saham mengukur kepekaan saham terhadap perubahan pasar. Semakin besar beta suatu saham menunjukkan semakin pekanya tingkat keuntungan suatu saham untuk bereaksi jauh melebihi perubahan tingkat keuntungan indeks pasar.
a. Pengertian Beta
Menurut Jogiyanto(2003:266) beta merupakan suatu ukuran volatilitas return suatu sekuritas atau return pasar, sedangkan menurut Suad Husnan (2001:112) beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar
b. Menaksir Beta
Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis dengan metode single index model atau model pasar. Analisis sekuritas dapat menggunakan data historis kemudian menggunakan faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat memperkirakan beta saham masa depan. Beta yang dihitung dengan data pasar disebut beta pasar, beta yang dihitung dengan data akutansi disebut beta akutansi dan beta yang dihitung dengan data fundamental disebut beta fundamental.
Pengaruh Asset Growth Terhadap Beta saham
Asset growth merupakan pertumbuhan aktiva per tahun. Variabel ini mempunyai pengaruh terhadap beta saham. Asset growth berpengaruh positif terhadap beta jika pertumbuhan aktiva yang tinggi akan menimbulkan fluktuasi earnings perusahaan, sehingga perusahaan dengan tingkat pertumbuhan aktiva yang tinggi mempunyai dividend payout yang rendah. Dengan demikian berarti pertumbuhan aktiva yang tinggi akan meningkatkan risiko. Asset growth berpengaruh negatif terhadap beta jika perusahaan lebih banyak menahan pendapatannya, sehingga kenaikan asset growth yang semakin cepat mengindikasikan bahwa perusahaan sedang ekspansi. Keberhasilan ekspansi akan mengurangi beban perusahaan, sehingga risiko perusahaan semakin kecil. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa asset growth mempunyai pengaruh terhadap beta saham.
Pengaruh Earning Per Share Terhadap Beta Saham
Earning per share merupakan indikator yang secara ringkas menyajikan kinerja perusahaan yang dinyatakan dengan laba. Menurut Mainingrum (2005) earning per share berpengaruh negatif terhadap beta saham karena earning per share yang tinggi mengindikasikan kinerja perusahaan yang baik. Kinerja perusahaan yang baik mengakibatkan beta saham yang dimiliki perusahaan menjadi rendah, sementara itu menurut Rosenberg dan Guy (1972) yang dikutip Supriyadi (2001) earning per share mempunyai pengaruh positif terhadap beta saham, karena perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan laba per saham (EPS) sehingga mengakibatkan perubahan harga saham. Semakin tinggi persentase utang semakin tinggi risiko yang ditanggung perusahaan, sehingga investor akan mensyaratkan keuntungan sesuai dengan risiko yang ditanggungnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa earning per share berpengaruh terhadap beta saham.
Pengaruh Leverage Terhadap Beta Saham
Beta saham suatu perusahaan mencerminkan kepekaan atas nilai agregat perusahaan terhadap perubahan nilai portofolio pasar. Beta tergantung pada permintaan produk perusahaan dan biaya operasi perusahaan. Namun kebanyakan perusahaan memiliki utang dan ekuitas, artinya beta ekuitas saham tergantung pada beta perusahaan dan financial leverage perusahaan. Perbedaan tingkat utang adalah penyebab perbedaan beta saham. Hal ini dikarenakan leverage menyebabkan pendapatan yang tersedia untuk pemegang saham biasa menjadi lebih bervariasi, karena untuk perusahaan yang memiliki utang, beta sahamnya harus ditambah penyesuaian jumlah utang. Leverage yang tinggi akan meningkatkan aliran earning secara fluktuatif, sehingga akan meningkatkan risiko perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh terhadap beta saham.
Pengaruh EPS terhadap return saham
Informasi keuangan perusahaan yang tercantum dalam annual report (laporan tahunan) perusahaan khususnya laba per lembar saham (earning per share) sangat diperhatikan dan diperlukan oleh para pemegang saham dalam menganalisis tingkat kinerja perusahaan saat ini maupun dimasa yang akan datang. Hal tersebut dikarenakan semua hasil yang dicapai perusahaan akan berakibat langsung dalam tingkat keuntungan yang akan didapatkan oleh para investor dimasa yang akan datang.
EPS merupakan perbandingan antara jumlah earning (EAT) dengan jumlah saham yang beredar. EPS merupakan rasio keuangan yang digunakan investor untuk menganalisis kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan saham yang dimiliki. EPS ini menunjukkan laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham.
Perkembangan EPS perusahaan yang tinggi akan mengindikasikan bahwa perusahaan mampu mengatasi semua persoalan dan mampu mengatur pengalokasian dana yang diperoleh secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka para investor dapat dengan mantap dan yakin bahwa perusahaan sangat potensial dan mempunyai prospek investasi yang sangat bagus dimasa yang akan datang. Oleh karena itu tujuan investor untuk mendapatkan return yang tinggi dapat tercapai.
Semakin tinggi perubahan EPS akan menarik minat investor berinvestasi di perusahaan tersebut. Akibatnya permintaan akan saham meningkat dan harga saham meningkat pula. Harga saham yang tinggi akan mendorong investor untuk menjual saham tersebut. Jika saham tersebut terjual dengan harga yang tinggi maka investor akan mendapatkan return yang tinggi. Jadi perubahan EPS mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan return saham.
Pengaruh inflasi terhadap return saham
Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga barang-barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Secara teoritis, investasi pada saham dapat memberikan perlindungan nilai (hedge) yang baik dari pengaruh inflasi karena saham merupakan asset riil.
Berdasarkan teori tersebut, tingkat pengembalian seharusnya tidak terpengaruh oleh perubahan harga barang dan jasa. Menariknya investasi dalam bursa saham juga didorong oleh rendahnya suku bunga penyimpanan di perbankan. Suku bunga penyimpanan tersebut terlihat dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Suku bunga penyimpanan nominal adalah suku bunga penyimpanan perbankan yang dipublikasikan oleh bank-bank setiap harinya, sedangkan suku bunga penyimpananriil adalah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi pada saat yang bersangkutan.
Secara teoritis, apabila suku bunga penyimpanan riil di suatu negara mengalami penurunan, maka investasi di bursa saham menjadi lebih menarik karena investor cenderung untuk mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Struktur Modal
a. Pengertian Struktur Modal
Struktur modal adalah perimbangan / perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri ( Riyanto, 2001 ). Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan utang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan kesimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham ( Brigham dan Houston, 2001). Nilai struktur modal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Riyanto, 2001):
b. Teori Struktur Modal
1) Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 1998 dalam Saidi, 2004) ,yang menyebutkan bahwa manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Biaya yang ditimbulkan dari pengawasan yang dilakukan oleh manajemen disebut biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz dalam Saidi (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
2) Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
3) Pecking Order Theory
Pecking order theory mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Perusahaan berusaha menerbitkan sekuritas pertama dari internal, retained earning, kemudian utang berisiko rendah dan terakhir ekuitas (Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004). Pecking order theory memprediksi bahwa pendanaan utang eksternal didasarkan pada defisit pendanaan internal.
Model pecking order theory memfokuskan pada motivasi manejer korporat, bukan pada prinsip-prinsip penilaian pasar modal. Pecking order theory mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh asimetrik informasi. Dasar pemikirannya didasarkan pada penjelasan berikut ini, (Meyers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004) :
a) Para manejer mengetahui lebih banyak tentang perusahaan daripada investor luar, namun mereka enggan untuk menerbitkan saham ketika percaya saham mereka adalah undervalued.
b) Investor memahami bahwa para manajer mengetahui lebih banyak dan mereka mencoba menerbitkan sesuai waktu yang tepat.
c) Para manejer menginterpresentasikan keputusan untuk menerbitkan ekuitas sebagai bad news, dan perusahaan dapat menerbitkan ekiutas hanya pada harga discount.
d) Perusahaan yang bekerja berdasarkan filosofi pecking order theory dan membutuhkan ekuitas eksternal kemungkinan tidak akan memanfaatkan kesempatan investasi yang baik, karena saham tidak dapat dijual pada “fair Price”.
Menurut Myers (1996) dalam Saidi (2004) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber dana dengan mengacu packing order theory adalah internal fund (dana internal), debt (utang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003).
4) Trade Off Theory
Konsep trade off dalam balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan utang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai trade off theory (Brigham et al, 1999 dalam Kaaro, 2003). Berdasarkan teori Modigliani dan Miller (1996) dalam Adler Haymans Manurung (2004), semakin besar utang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Model Modigliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang disebut model trade off ( Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004).
Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaann akan dimaksimumkan jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001).
Pengaruh Laba Ditahan Terhadap Struktur Modal
Setiap perusahaan menginginkan adanya pertumbuhan modal (laba ditahan) disamping dapat membayarkan dividen kepada para pemengang saham. Semakin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin kecil laba yang dapat ditahan. Bila perusahaan menahan sebagian besar pendapatannya dalam perusahaan, berarti bagian pendapatan yang tersedia untuk dibayarkan sebagai dividen akan semakin kecil. Dengan demikian semakin besar persentase bagian laba yang ditetapkan sebagai laba ditahan, akan memperkecil dividend payout ratio yang berarti akan memperbesar modal sendiri serta memperkecil struktur modal karena perusahaan cenderung menggunakan sumber dana intern daripada menggunakan utang. Hal ini berarti laba ditahan mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal.
pengertian Return saham
Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Menurut Jogiyanto (1998: 109), return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high return, low risk low return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai dengan investasi yang berisiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional.
Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu current income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss (keuntungan selisih harga). Current income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Misalnya dividen saham yaitu dibayarkan dalam bentuk saham yang bisa dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual saham yang diterimanya, sedangkan Capital gain (loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya. Jika harga saham sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya (Pt-1) maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan mengalami capital loss.
Dalam penelitian ini return saham yang digunakan adalah capital gain (loss). Capital gain (loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya. Capital gain (loss) dihitung dengan rumus:
Capital gain (loss) =
Menurut Ang (1997), menyatakan bahwa tanpa adanya keuntungan yang dapat dinikmati dari suatu investasi tentunya investor tidak mau berinvestasi jika pada akhirnya tidak ada hasil. Lebih lanjut setiap investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Risiko
Risiko bisnis (business risk) didefinisikan sebagai ketidakpastian yang melekat dalam proyeksi tingkat pengembalian aktiva masa depan (Brigham dan Houston, 2001). Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :
1) Variabilitas permintaan (unit yang terjual).
2) Variabilitas harga jual.
3) Variabilitas harga masukan.
4) Kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran terhadap perubahan harga masukan.
5) Sejauh mana biaya-biaya bersifat tetap.
Pengaruh Risiko Terhadap Struktur Modal
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Risiko bisnis antar industri dan antar perusahaan dalam industri yang sama adalah berbeda-beda. Risiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan dapat berubah dari waktu ke waktu, semakin lama rentang waktu maka semakin besar pula risiko yang dihadapi. Persaingan yang ketat juga akan mengubah tingkat keuntungan suatu perusahaan dan mengakibatkan kenaikan tajam pada risiko. Perusahaan dengan tingkat risiko bisnis yang tinggi akan cenderung memenuhi kebutuhan modalnya dari modal sendiri dan cenderung menghindari utang karena penggunaan utang akan menambah risiko yang dihadapi, sehingga semakin tinggi risiko bisnis perusahaan, makin rendah pula proporsi utangnya, maka arah pengaruh risiko dengan struktur modal adalah negatif.
pengaruh risiko pasar terhadap return saham
CAPM sebagai sebuah model keseimbangan dapat membantu untuk menentukan risiko yang relevan terhadap suatu asset dan hubungannya dengan risiko dan return yang diharapkan. Risiko relevan adalah risiko sistematis (beta). Beta merupakan ukuran risiko sistematis suatu sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar. Sebagai ukuran return saham, beta juga dapat digunakan untuk membandingkan risiko sistematis antara satu saham dengan saham lainnya, sehingga nilai beta sangat berpengaruh terhadap return yang diharapkan. Karena semakin tinggi nilai beta akan semakin tinggi tingkat return yang disyaratkan. Tingginya beta (risiko) mempunyai hubungan positif terhadap return saham.
Price to Book Value
Price to book value merupakan perbandingan harga pasar suatu saham dengan nilai bukunya (Clarke dalam Anggriyani, 2003). Informasi PBV suatu perusahaan menunjukkan kinerja suatu perusahaan dan prospeknya di masa mendatang. PBV juga dapat dilihat untuk membandingkan harga saham perusahaan sejenis. Semakin kecil nilai PBV suatu perusahaan, berarti harga saham perusahaan tersebut dianggap semakin murah. Kecenderungan harga saham yang semakin rendah, kurang diminati investor. Hal ini menunjukkan bahwa PBV yang tinggi akan dianggap bahwa harga saham perusahaan tersebut tinggi pula. Saham yang seperti ini akan diminati investor. Saham yang senantiasa harganya tinggi mengindikasikan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut yang cukup baik.
Pengaruh Price to Book Value Terhadap Return Saham
Price to Book Value merupakan perbandingan harga pasar suatu saham dengan nilai bukunya (Clarke dalam Anggriyani,2003). PBV adalah indikator yang dipakai untuk menilai kinerja perusahaan. Saham yang memiliki PBV tinggi dapat dianggap sebagai saham yang harganya lebih mahal dibandingkan harga saham lain yang sejenis. Saham yang tinggi harganya biasanya mencerminkan kualitas kinerja perusahaan tersebut yang baik dan pertumbuhannya yang cukup pesat. Saham yang seperti ini akan banyak diminati investor. PBV yang tinggi tersebut diharapkan akan menghasilkan return yang tinggi pula dari suatu saham seiring pertumbuhan perusahaan tersebut pada masa akan datang. Jadi PBV mempunyai pengaruh positif terhadap return saham.
pengaruh nilai tukar rupiah dengan return saham
Salah satu risiko yang penting untuk diperhatikan dalam membuat keputusan investasi adalah risiko nilai tukar mata uang. Risiko ini sangat berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lain. Bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, depresiasi terhadap nilai mata uang memberikan pengaruh yang menguntungakan bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan kemampuan bersaing harga pokoknya di pasar internasional meningkat. Peningkatan ini selanjutnya akan memperbesar peluang perusahaan untuk menghasilkan laba dan meningkatkan kemampuan dalam memberikan dividen. Kemampuan menghasilkan laba dan membagikan dividen akan menarik minat investor sehingga harga saham naik. Kenaikan harga saham akan meningkatkan return yang diperoleh oleh investor.
Price Earning Ratio
Price earning ratio (PER) merupakan perbandingan antara harga pasar suatu saham (market price) dengan earning per share (EPS). Kegunaan dari PER adalah untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh EPSnya (Ang, 1997). Makin besar PER suatu saham menyatakan saham tersebut semakin mahal terhadap pendapatn bersih per sahamnya. Jika dikatakan suatu saham mempunyai PER 10x, berarti harga pasar tersebut 10 x lipat terhadap EPSnya.
Dahlan Siamat (2003) menyatakan pada prinsipnya PER memberikan indikasi mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada periode tertentu. Rasio ini menggambarkan kesediaan investor membayar suatu jumlah untuk setiap rupiah perolehan laba perusahaan. Hasil PER yang tinggi dianggap bahwa perusahaan tersebut sedang mengalami pertumbuhan yang pesat.
Pengaruh Price Earning Ratio Terhadap Return Saham
Price earning ratio adalah suatu indikator untuk menunjukkan bagaimana proses pertumbuhan laba perusahaan di masa yang akan datang. PER diperoleh dengan cara membagi antara harga pasar saham dengan earning per share. Dari perhitungan tersebut, dapat diketahui apakah saham tersebut underprice atau overprice. Pada pasar modal yang efisien, dimana harga saham mencerminkan informasi sebenarnya, nilai PER yang rendah dari suatu saham menunjukkan harga saham tersebut lebih murah dibandingkan harga saham sejenis, sehingga pada suatu saat ketika harga saham mulai mengalami koreksi kenaikan (rebound), diharapkan investor yang membeli harga saham dengan PER yang rendah akan mendapatkan keuntunganyang tinggi. Jadi price earning ratio berpengaruh negatif terhadap return saham.
Profitabilitas
Profitabilitas menurut R. Agus Sartono (1997:130) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan semakin tingginya profitabilitas. Ada bermacam cara untuk mengukur profitabilitas, yaitu:
1) Profit Margin
Profit margin adalah margin keuntungan yang ditentukan atas harga penjualan. Margin keuntungan menunjukkan besar kecilnya laba dibandingkan dengan harga penjualan. Profir margin menunjukkan laba per rupiah penjualan.
2) Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) adalah perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva yang tertanam dalam perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
3) Return on Equity (ROE)
ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atas penggunaan modal sendiri.
4) Rentabilitas Ekonomi
Rentabilitas Ekonomi merupakan perbandingan antara laba dengan total kekayaan yang dimilikinya (Indriyo Gitosudarmo, 2003:218).
Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah return on asset (ROA). Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan akan membuat profitabilitas perusahaan tinggi. Jika sebuah perusahaan lebih profitable maka pendanaannya lebih banyak berasal dari pendanaan secara internal. Hal ini karena pendanaan eksternal membutuhkan biaya yang lebih tinggi dan berisiko. Ada pengaruh negatif profitabilitas terhadap utang. Semakin profitable sebuah perusahaan diharapkan memiliki pendanaan internal yang lebih tinggi, hal ini akan menyebabkan tingkat utang rendah. Oleh karena itu, profitabilitas memiliki pengaruh yang negatif dengan struktur pendanaan.
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan antara lain profit margin on sales ratio dan return on equity ratio
Analisis profitabilitas perusahaan merupakan bagian utama dari laporan keuangan. Seluruh laporan keuangan dapat digunakan untuk analisis profitabilitas dan yang paling penting adalah laporan laba rugi. Laporan rugi laba melaporkan hasil operasi perusahaan selama satu periode (John, 2005).
Rasio Nilai Pasar
Rasio nilai pasar merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat, terutama para pemegang saham dan calon investor (Harianto, et al, 1998). Hal ini dikarenakan investasi dalam saham, seorang investor berharap akan memperoleh imbalan dan imbalan ini berupa laba atau peningkatan nilai ekonomi saham. Peningkatan nilai ekonomi saham ini merupakan dampak dari pertumbuhan laba atau dividen yang diterima pada nilai saham (Helfert, 1996). Rasio yang digunakan sebagai indikator nilai saham adalah price earning ratio. Rasio ini menghubungkan antara laba per lembar saham sekarang atau yang diharapkan dengan harga pasar saham. Semakin tinggi nilai rasio ini menunjukkan bahwa investor percaya terhadap prospek perusahaan.
Rasio Leverage
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansial baik jangka panjang maupun pendek. Financial leverage adalah penggunaan asset dan sumber dana (source of fund) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud menigkatkan keuntungan potensial pemegang saham (Sartono, 1996). Financial leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan dana yang menimbulkan beban tetap, apabila perusahaan menggunakan utang, maka perusahaan harus membayar bunga. Bunga harus dibayar berapapun laba perusahaan (Husnan, 1997).
Tingkat risiko dan return saham perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan calon investor sebelum mengambil keputusan investasi saham. Return saham dan risiko berhubungan secara linier dengan leverage yang akan digunakan oleh perusahaan. Apabila risiko tinggi maka para pemegang saham akan meminta return saham yang tinggi pula, disamping itu penggunaan leverage juga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur leverage perusahaan yaitu dengan menggunakan total debt to total asset ratio.
Struktur Aktiva
Struktur aktiva merupakan perbandingan antara aktiva tetap dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan (Husnan, 1995). Dalam hubungannya antara tangibility dan capital structure, teori-teori yang pada umumnya menyatakan bahwa tangibility berpengaruh secara positif terhadap leverage. Jika nilai aktiva berwujud yang dimiliki perusahaan semakin besar, maka aktiva ini dapat digunakan sebagai jaminan yang semakin mengurangi risiko dari kesulitan seperti biaya tetap dari utang. Kemudian, bagian yang besar dari aktiva berwujud diharapkan berhubungan dengan leverage yang tinggi. Juga, nilai dari aktiva berwujud harus lebih tinggi dari aktiva tidak berwujud pada kasus kepailitan.
Aktiva tetap seringkali digunakan sebagai jaminan dalam mendapatkan utang, sehingga perusahaan yang banyak memiliki aktiva tetap akan mendapatkan utang yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki aktiva tetap lebih sedikit.
Struktur pendanaan
Keputusan pendanaan berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan sangat mempengaruhi nilai perusahaan tersebut. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Sumber dana eksternal perusahaan berasal dari para kreditur Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari para kreditur merupakan hutang bagi perusahaan atau disebut dengan metode pembelanjaan dengan hutang. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Prinsip manajemen perusahaan menuntut agar baik dalam memperoleh maupun menggunakan dana harus didasarkan pada efisiensi dan efektifitas. Efisiensi penggunaan dana berarti bahwa setiap rupiah dana yang ditanamkan dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk menghasilkan tingkat keuntungan investasi yang maksimal. Fungsi penggunaan dana meliputi perencanaan dan pengendalian penggunaan aktiva dalam aktiva lancar maupun aktiva tetap. Agar dana yang tertanam dalam masing-masing unsur aktiva tersebut disatu pihak tidak terlalu kecil jumlahnya sehingga dapat mengganggu likuiditas dan kontinyuitas usaha, dan dilain pihak tidak terlalu besar jumlahnya, sehingga dapat menimbulkan pengangguran dana. Oleh karena itu, pengalokasian dana harus didasarkan pada perencanaan yang tepat, sehingga dana yang mengganggur menjadi kecil. Efisiensi penggunaan dana secara langsung dan tidak langsung akan menentukan besar kecilnya tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi.
Dengan demikian manajer keuangan dalam menjalankan fungsi penggunaan dana harus selalu mencari alternatif-alternatif investasi untuk kemudian dianalisis dan hasil analisis tersebut harus dapat diambil keputusan alternatif investasi mana yang akan dipilih. Dengan kata lain, manajer keuangan harus mengambil keputusan investasi (investment decision).
Manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan dengan syarat yang paling menguntungkan. Manajer keuangan harus mempertimbangkan dengan cermat sifat dan biaya masing-masing sumber dana yang akan dipilih, karena masing-masing sumber dana mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda.
Pada prinsipnya pemenuhan kebutuhan dana suatu perusahaan dapat disediakan dari sumber intern perusahaan, yaitu sumber dana yang dihasilkan sendiri oleh perusahaan, misalnya laba ditahan (retained earning). Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya dari sumber intern dikatakan perusahaan itu melakukan pendanaan intern (internal financing).
Selain sumber intern dalam memenuhi kebutuhan dananya, suatu perusahaan dapat pula memenuhi kebutuhan dananya dari sumber ekstern, yaitu sumber dana yang berasal dari tambahan penyertaan modal dari pemilik atau emisi saham baru, penjualan obligasi dan kredit dari bank. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya dari luar perusahaan disebut pendanaan ekstern (external financing). Apabila perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya dipenuhi dari dana yang berasal dari pinjaman, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan hutang (debt financing). Jika perusahaan memenuhi kebutuhan dananya berasal dari emisi atau penerbitan saham baru, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan modal sendiri (external equity financing).
Konsep penting manajemen pendanaan adalah masalah sumber dan penggunaan dana. Pada hakikatnya, pemenuhan dan pengalokasian dana menyangkut masalah keseimbangan finansial dalam perusahaan. Struktur keuangan atau biasa juga disebut struktur pendanaan merupakan kombinasi atau bauran segenap pos yang masuk kedalam sisi kanan neraca pendanaan perusahaan (Martin, et.al., 1994 dalam Masidonda), sedangkan Weston dan Copeland (1997) mengartikan struktur pendanaan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya, struktur dapat dilihat pada seluruh sisi kanan neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham.
Dengan demikian, struktur pendanaan adalah pencerminan dari cara suatu perusahaan untuk membiayai aktivanya yang merupakan komposisi dari sumber modal yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham (Masidonda, 2001:79). Menurut Vera, Rudolf L. Tobing dan Akromul Ibad (2005, 200-201) tujuan umum perusahaan adalah memaksimumkan nilai perusahaan dengan meminimumkan biaya modal perusahaan. Oleh sebab itu, struktur pendanaan perusahaan ditampilkan dari tingkat leverage perusahaan. Dalam manajemen pendanaan, leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of funds) oleh perusahaan dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham (R. Agus Sartono, 1997:222). Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analis pendanaan dalam melihat trade off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial.
Sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya. Apabila sekuritas ini bisa diperjual belikan, dan merupakan instrumen keuangan yang berjangka panjang, maka penerbitannya dilakukan di pasar yang disebut sebagai pasar modal, sedangkan kegiatan perdagangannya dilakukan di bursa. Di Indonesia terdapat dua bursa, yaitu PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT. Bursa Efek Surabaya (BES).
a. Bursa Efek di Indonesia
Setelah sekuritas terjual di pasar perdana, sekuritas tersebut kemudian didaftarkan di bursa efek, agar nantinya dapat diperjual belikan di bursa. Saat pertama kali sekuritas tersebut diperdagangkan di bursa, biasanya memerlukan waktu sekitar 4-6 minggu dari saat IPO (Initial Public Offering). Pada waktu sekuritas tersebut mulai diperdagangkan di bursa, dikatakan sekuritas tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Di Indonesia terdapat dua bursa, yaitu PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT. Bursa Efek Surabaya (BES). Dengan demikian maka bursa efek merupakan perusahaan yang jasa utamanya adalah menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas di pasar sekunder (Suad Husnan 1998:30).
1) Securities House (Perusahaan Efek)
Securities houses merupakan perusahaan yang dapat bertindak sebagai underwriter, broker-dealer, broker, dan investment manager. Kalau security house bertindak sebagai dealer, maka perusahaan tersebut membeli dan menjual sekuritas untuk dirinya sendiri, sedangkan kalau bertindak sebagai broker, maka ia membeli dan menjual sekuritas untuk pihak lain. Di Indonesia, kedua istilah tersebut sering dijadikan satu dan disebut sebagai pialang. Sesuai dengan UU nomor 8 dahun 1995, perusahaan efek haruslah berbentuk Perseroan yang telah memperoleh izin dari Bapepam. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan adalah sebagai penjamin emisi efek (sebagai underwriter), perantara perdagangan efek (sebagai broker saja atau broker-dealer), dan atau manajer investasi (yaitu pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah). Disamping perusahaan efek juga terdapat penasihat investasi (investment consultant), pihak yang memberikan nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan dan pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.
Apabila seorang pemodal ingin membeli atau menjual saham yang terdaftar di BEJ, maka ia harus menggunakan jasa perusahaan efek yang menjadi anggota BEJ tersebut. Untuk jasanya tersebut, pialang (istilah resminya wakil perantara pedagang efek), yang merupakan orang yang mewakili perusahaan efek tersebut akan memperoleh imbalan dari pemodal dalam bentuk komisi yang berkisar 0,25-0,40% dari nilai perdagangan, sedangkan BEJ memperoleh fee sebagai salah satu sumber penghasilannya dari para pialang atas transaksi mereka. Pengenaan komisi tersebut belum termasuk pajak transaksi dari transaksi penjualan saham sebesar 0,1%.
2) Order Untuk Transaksi
Secara umum yang perlu dilakukan para pemodal dalam menggunakan jasa pialang adalah memberikan spesifikasi order. Dalam order perdagangan saham, pemodal harus menjelaskan: (1) nama perusahaan, (2) apakah order perdagangan tersebut untuk membeli atau menjual, (3) besarnya order, (4) berapa lama order tersebut akan berlaku, dan (5) tipe order yang dipergunakan.
Dalam memberikan order pemodal harus menjelaskan berapa lama order tersebut akan berlaku. Order harian berarti bahwa pialang harus berupaya untuk memenuhi permintaan pemodal pada hari tersebut. Kalau pada hari tersebut tidak bisa dipenuhi, maka order tersebut batal pada hari tersebut. Kalau pada hari tersebut tidak bisa dipenuhi, maka order tersebut batal pada keesokan harinya. Kadang-kadang order dinyatakan sebagai open order atau good-till-cancelled (GTC). Order ini akan tetap berlaku sampai pialang bisa memenuhi permintaan pemodal atau sampai pemodal membatalkannya.
Tipe order bisa dinyatakan dalam bentuk market order, yang berarti bahwa pialang diminta membeli atau menjual saham pada harga pasar. Dengan demikian pemodal tahu bahwa pialang pasti akan melaksanakan order tersebut, tetapi tidak pasti tentang harga yang akan diterima atau dibayar. Pemodal bisa menentukan dengan menetapkan limit order. Dalam hal menjual saham pemodal akan menentukan bahwa saham tersebut akan dilepas kalau harga melebihi atau sama dengan harga tertentu. Dalam hal membeli saham, pemodal akan menentukan berapa harga maksimal yang bersedia dibayar. Variasi lain adalah stop order (disebut juga sebagai stop loss order) dan stop limit order. Pada stop order pemodal harus menentukan apa yang disebut sebagai stop price. Tujuan dari order ini adalah untuk melindungi terhadap kerugian yang mungkin terjadi. Untuk order penjualan, stop price harus dibawah harga pasar pada waktu order diberikan. Sebaliknya untuk order pembelian, stop pricenya harus diatas harga pasar pada waktu order dilakukan. Apabila seseorang kemudian memperdagangkan saham pada harga yang mencapai atau melebihi stop price, stop price tersebut menjadi market price dan order dilaksanakan.
Di BEJ tipe order yang dapat dipergunakan adalah market order, limit order, dan discretionery order. Kedua tipe order yang pertama sama dengan penjelasan di atas, sedngkan discretionary order berarti bahwa order tersebut akan dilaksanakan pada harga yang menurut anggota bursa (pialang) terbaik bagi klien (pemodal). Dengan demikian discretionary order hanya dilakukan oleh pialang yang telah mempunyai hubungan baik dengan kliennya. Semua order tersebut berlaku hanya untuk satu hari, kecuali dinyatakan sebagai good-till-cancelled.
3) Perdagangan di Bursa
Di BEJ, perdagangan sekuritas dilakukan pada tiga segmen pasar yang utama, yaitu :
a) Pasar reguler
Pasar reguler adalah tempat untuk para pemodal yang ingin memperoleh harga terbaik bagi sekuritas mereka. Perdagangan di pasar reguler ini terbentuk sesuai dengan mekanisme pasar.
b) Pasar non-reguler (negosiasi)
perdagangan non-reguler akan dipilih para pemodal yang ingin membeli atau menjual sekuritas dalam jumlah dan harga yang sesuai dengan kesepakatan mereka sendiri.
c) Pasar tunai
perdagangan tunai ini ditujukan pada para pialang yang tidak mampu menyerahkan sekuritas yang diperdagangkan pada hari ke lima setelah transaksi (t+4).
Pembentukan harga di BEJ dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu pasar lelang dan pasar negosiasi. Pada perdagangan reguler, harga terbentuk sesuai dengan harga lelang dengan proses tawar menawar didasarkan atas prioritas harga dan prioritas waktu. Dengan sistem ini maka para pialang akan memasukkan order yang mereka terima dari para pemodal (atau order atas nama mereka sendiri) ke dalam terminal komputer mereka di lantai bursa. Dengan perkembangan teknologi yang pesat, saat ini pemasukan order ke dalam terminal cukup dilakukan di kantor perusahaan efek, tidak perlu di lantai bursa. Dengan demikian akan tercipta perdagangan jarak jauh (remote trading).
Di BEJ tidak terdapat pihak yang bertindak sebagai market maker yaitu pihak yang selalu menyebutkan bahwa ia bersedia membeli atau menjual suatu saham dengan harga tertentu. Dengan tidak adanya market marker, maka quotation (penyebutan) harga saham hanya didasarkan atas order dari para pemodal. Apabila pada suatu hari tidak ada pemodal yang akan membeli atau menjual suatu saham, maka saham tersebut tidak mempunyai harga untuk hari itu. Harga yang dicantumkan pada pasar reguler adalah harga terakhir saham tersebut diperdagangkan. Oleh karena itu sistem yang dipergunakan oleh BEJ disebut juga sebagai order driven market.
Harga saham dinyatakan dalam kelipatan Rp. 5 (harga saham <> Rp. 1.000,00) yang disebut satu point atau istilah umum untuk besaran kelipatan harga ini disebut sebagai tick size. Jadi apabila harga saham tersebut dikatakan naik 5 point, berarti harga saham tersebut naik sebesar Rp. 25 (harga saham <> Rp. 1.000,00). Perdagangan reguler dilakukan sesuai dengan sistem perdagangan kontinyu dengan jumlah satuan lot, satu lot terdiri dari 500 lembar saham. Pada harga inilah indeks pasar (IHSG dan LQ45 yang disusun mulai Juli 1994) disusun.
Perdagangan non-reguler (negosiasi) dilakukan pada papan perdagangan yang berbeda dan terdiri dari empat tipe, yaitu :
a) Block Trading
Block trading dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar, yaitu minimal 200.000 lembar saham.
b) Crossing
Crossing (transaksi tutup sendiri) dilakukan oleh anggota bursa yang memperoleh order jual dan beli di atas suatu saham dalam jumlah dan harga yang sama.
c) Foreign Board
Perdagangan di foreign board dilakukan oleh para pemodal asing untuk saham-saham yang jatah pemodal asing telah habis.
d) Odd Lot
Odd lot adalah perdagangan yang dilakukan untuk jumlah yang lebih kecil dari 500 lembar saham
b. Sistem Perdagangan dan Penyelesaian Transaksi (Settlement)
Setelah pemodal melakukan transaksi lewat pialang yakni membeli saham, maka ia tidak akan menerima saham yang dibelinya pada saat itu juga. Di BEJ ia akan menerima saham tersebut empat hari setelah tanggal transaksi (t+4). Sekuritas yang ditransaksikan haruslah sekuritas yang valid. Bursa menyediakan berbagai fasilitas, tempat dan informasi untuk menyelesaikan transaksi tersebut.
Pada hari transaksi (t+0), BEJ memberikan kepada para anggota bursa lembar transaksi anggota bursa (LTAB) yang berisiskan data tentang transaksi yang dilakukan. LTAB merupakan keterangan tentang penyerahan dan/atau pembayaran sekuritas yang harus dilakukan untuk setiap penyerahan sekuritas dan pembayaran. Akhirnya pada t+5, anggota bursa mengembalikan LTAB sebagai pernyataan bahwa settlement telah selesai.
Anggota bursa yang tidak mampu menyelesaikan kewajiban mereka, yaitu menyerahkan saham pada t+4 dilarang untuk melakukan kegiatan perdagangan di pasar reguler maupun non reguler dan harus menyelesaikan kewajiban tersebut di perdagangan kas (cash trading). Apabila anggota bursa tidak dapat memenuhi kewajiban di pasar non-reguler, maka pada hari t+5 harus dapat memenuhi kewajiban tersebut, sedangkan bila default tersebut terjadi pada pasar reguler, maka KDEI (yaitu lembaga yang dapat melakukan kliring dan deposit efek) akan melakukan pembelian untuk mengganti kewajiban yang tidak dipenuhi oleh anggota bursa tersebut. Anggota bursa yang default tersebut harus membayar denda sebesar 0,5% dari nilai transaksi dan diberi peringatan. Keterlambatan membayar denda akan dikenakan penalty sebesar 1% setiap hari.
Mulai Mei 1995, BEJ menggunakan sistem perdagangan secara elektronik yang disebut the Jakarta Automated Trading System (JATS). Komponen utama JATS adalah komputer pemroses data utama, gateways (komputer-komputer subsidiari) dan stasiun kerja (workstation) para traders yang terdiri dari terminal untuk para pialang. Komputer pemroses data utama melakukan proses perdagangan dengan menerima dan memproses berbagai order dari para pialang, mentransmisikan informasi pasar ke berbagai workstation dan mencocokkan (matching) order beli dan jual untuk alokasi yang sesuai.
Dengan memonitor kondisi pasar dengan terminal JATS, seorang pialang dapat menyediakan informasi pasar yang akurat dengan telepon ke para dealer di kantor perusahaan sekuritas. Para dealers kemudian dapat menyampaikan informasi pasar tersebut kepada para pemodal yang akan mengambil keputusan untuk membeli atau menjual saham. Setelah menerima order dari kantor perusahaannya, seorang pialang di lantai bursa dapat memasukkan order tersebut ke JATS lewat terminal yang dimilikinya. Order tersebut kemudian dicocokkan apabila ada order yang sesuai dalam sistem tersebut atau “ditahan” samapai tersedia order yang cocok. Sistem JATS dalam mencocokkan order, menggunakan mekanisme prioritas harga dan waktu.
Jenis-jenis saham
Ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham yaitu :
1) Ditinjau dari segi manfaatnya saham dapat digolongkan menjadi 2 yaitu saham preferen dan saham biasa (Jogiyanto, 2000:67)
a) Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa. Seperti obligasi yang membayar bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi. Saham preferen mempunyai beberapa hak yaitu hak atas dividen tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi serta memberikan hak dividen kumulatif, yaitu memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayarkan sebelum pemegang saham biasa menerima dividennya.
b) Saham Biasa (common stock)
Saham biasa adalah saham yang diterbitkan suatu perusahaan yang hanya terdiri dari satu macam saham saja. Pemegang saham biasa memiliki hak kontrol, hak menerima pembagian keuntungan, hak prepentif dan hak klaim sisa. Dalam pembagian dividen saham biasa menempatkan pemiliknya paling junior dibandingkan dengan saham preferen. Demikian pula terhadap hak harta kekayaan perusahaan setelah dilikuidasi.
2) Ditinjau dari peralihanya saham dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Saham atas unjuk (bearer stock) yaitu saham yang diterbitkan tanpa disertai pencantuman nama pemegangnya, sehingga pemiliknya sangat mudah untuk mengalihkan atau memindahkannya pada orang lain karena sifatnya mirip dengan uang. Barang siapa yang memegang sertifikat atas unjuk dianggap sebagai pemilik dan berhak atas pembagian dividen serta berhak untuk hadir mengeluarkan suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
b) Saham atas nama (registered stock) adalah saham yang diterbitkan disertai pencantuman nama pemegangnya, cara peralihannya melalui prosedur tertentu yaitu dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Pada saat ini yang umum diperdagangkan di Indonesia adalah saham atas nama.
3) Ditinjau dari kinerja perdagangannya dibagi menjadi :
a) Blue Chip Stock, saham dapat diklasifikasikan sebagai blue chip stock bila perusahaan penerbitnya memiliki reputasi baik. Juga dalam sejarah yang paling emiten mampu menghasilkan pendapatan yang tinggi dan konsisten dalam membayar dividen tunai.
b) Income Stock yaitu saham yang memiliki kemampuan untuk membagi dividennya lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan tahun-tahun sebelumnya. Emiten yang mampu melakukan hal ini adalah yang mampu menghasilkan pendapatan yang tinggi dengan teratur memberikan pendapatan tunai.
c) Growth stock (well known), jika emiten merupakan pimpinan di dalam industrinya dan selama beberapa tahun terakhir berturut-turut mampu mendapatkan hasil di atas rata-rata emiten saham ini biasanya mempunyai reputasi tinggi dan gaya publisitas yang tampak glamour dalam memperbaiki peningkatan atau penurunan harga sahamnya.
d) Growth stock (lesser-known), yaitu saham yang umumnya pemiliknya tidak menjadi pemimpin dalam individunya. Namun selama ini tetap memiliki ciri-ciri seperti growth stock (well-known) yaitu mampu mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penghasilan rata-rata tahun terakhir.
e) Speculative stock (saham spekulatif), yaitu saham yang emitennya tidak bisa secara konsisten mendapatkan penghasilan dari tahun ke tahun, namun memiliki potensi untuk mendapatkan penghasilan yang baik dimasa yang datang.
f) Cylical stock (saham bersiklus) merupakan perkembangan saham yang mengikuti situasi ekonomi makro atau kondisi bisnis secara umum selain ekonomi makro sedang mengalami ekspansi. Emiten saham ini akan mampu mendapatkan penghasilan yang tinggi pula demikian pula sebaliknya.
g) Defensive atau Counter Cyclical Stock (saham bertahan) merupakan jenis yang tidak mungkin terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi, harga saham tetap mengisi sebab mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emitennya mendapatkan penghasilan yang tinggi pada kondisi resesi.
Dengan pengklasifikasian saham biasa seperti tersebut diatas maka dapat dilihat kelebihan dari investasi saham biasa ini satu kali kemampuannya dalam memberikan tingkat keuntungan (rate of return) yang tertinggi dalam arti tergantung pada perusahaan penerbitnya, meskipun pengklasifikasiannya atas beberapa kelompok saham tidak selalu tepat, namun setidaknya dapat membantu investor maupun pialang untuk membedakan maupun memiliki saham-saham yang di inginkan
Investasi
a. Pengertian investasi
Investasi dalam arti luas merupakan pengorbanan sejumlah uang saat ini untuk memperoleh sejumlah uang di masa yang akan datang. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang (Sunariyah, 2003:47). Menurut Jogiyanto (2000:5) dikatakan bahwa, investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk dapat digunakan dalam produksi efisien selama periode waktu tertentu.
Definisi berikutnya adalah menurut Tandelilin (2001:37), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang di lakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang. Menurut Husnan (1998:18) menyatakan investasi adalah setiap penggunaan uang dengan maksud untuk memperoleh penghasilan.
Menurut bentuknya investasi dibedakan menjadi investasi dalam aktiva finansial (financial investment) dan investasi dalam aktiva riil (real investment). Investasi dalam aktiva finansial lebih merupakan kepemilikan hak klaim atau aktiva yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk dokumen legal yang kemudian disebut sebagai sekuritas (surat berharga), sedangkan untuk investasi dalam aktiva riil berupa aktiva berwujud yang tampak nyata (bangunan, tanah, dsb).
Seorang investor yang menghendaki tingkat pengembalian yang tinggi, tentu akan menghadapi risiko yang tinggi pula. Untuk menyikapi hal tersebut, maka salah satu caranya adalah dengan menggunakan upaya diversifikasi yang tepat diantara bermacam-macam bentuk pilihan investasi yang ada.
Keputusan investasi adalah suatu analisis investasi yang selalu melibatkan empat unsur pokok pertimbangan. Unsur pokok keputusan investasi antara lain kondisi pemodal, motif investasi, karakteristik instrumen dan teknik serta model analisis. Pendapat lain, ”Keputusan investasi selalu mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian” (Mulyadi,1989 :126).
b. Tipe-tipe investasi keuangan
Menurut Jogiyanto (1998:6-9), investasi ke dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung yaitu pengembalian langsung aktiva keuangan di suatu perusahaan baik milik perantara atau dengan cara lain. Investasi yang tidak langsung yaitu pembelian saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio aktiva-aktiva keuangan di perusahaan lain:
1) Investasi Langsung
Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjualbelikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market), atau pasar turunan (derivative market). Aktiva yang dapat diperjualbelikan di pasar uang berupa aktiva yang mempunyai risiko yang gagal kecil, jatuh temponya pendek dengan tingkat cair yang tinggi. Contoh aktiva ini dapat berupa Treasury bill yang banyak digunakan dalam penelitian keuangan sebagai proksi return bebas risiko.
Pasar modal sifatnya adalah untuk investasi jangka panjang. Dalam pasar modal ini yang diperjualbelikan adalah aktiva keuangan berupa surat-surat berharga pendapatan tetap dan saham-saham. Instrumen yang diperjualbelikan di pasar turunan adalah opsi dan future contract.
2) Investasi tidak langsung
Investasi tidak langsung dilakukan dengan cara membeli surat-surat berharga di perusahaan investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke portofolio. Perusahaan investasi dapat diklasifikasikan sebagai unit investment, clossed-end investment companies dan open-end investment companies.
Unit investment trust merupakan trust yang menerbitkan portofolio yang dibentuk dari surat-surat berharga berpenghasilan tetap (misalnya bond) dan ditangani oleh orang kepercayaan yang independen. Closed-end investment companies merupakan perusahaan investasi yang menjual sahamnya pada saat penawaran perdananya (initial public offering) saja dan selanjutnya tidak menawarkan lagi tambahan lembar sahamnya. Open-end investment companies dikenal dengan perusahaan reksadana (mutual funds). Perusahaan investasi ini masih menjual saham baru untuk investor setelah penjualan saham perdananya, selanjutnya pemegang saham dapat menjual kembali sahamnya ke perusahaan reksadana bersangkutan.
Return On Asset (ROA)
Pengukuran kinerja dengan ROA menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan. (Bambang R, 1997). ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif (rugi) pula. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan aktiva belum mampu menghasilkan laba.
Kelemahan utama pada pengukuran akuntansi tradisional seperti ROA sebagai pengukur penciptaan nilai adalah mengabaikan adanya biaya modal, sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau tidak.
Rumus yang digunakan untuk mengukur ROA adalah sebagai berikut (Bambang R, 1997) :
Laba bersih setelah pajak
ROA =_____________________X 100%
Total Aktiva
Keterangan :
Laba bersih setelah pajak (earning after tax) = laba bersih setelah bunga dan pajak.
Total aktiva = seluruh aktiva perusahaan yang terdapat dalam neraca.
Jika hasil dari aktiva lebih dari atau sama dengan 10%, maka perusahaan tersebut efektif atau kinerja keuangannya relatif baik. (Weston dan Brigham, 1995).
PENGARUH BESARAN PERUSAHAAN TERHADAP KONSENTRASI KEPEMILIKAN SAHAM, LIKUDITAS SAHAM, FREE CASH FLOW, DIVERSIFIKASI USAHA, LEVERAGE DAN NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI INDONESIA
Untuk membiayai investasi dan operasionalisasi perusahaan, dibutuhkan sumber dana. Pada dasarnya ada tiga sumber dana utama yaitu laba yang ditahan, hutang dan saham. Menurut teori packing order, perusahaan akan mengutamakan sumber dana dan laba ditahan kemudian hutang dan saham. Penerbitan suatu saham memiliki keunggulan dan kelemahan.
Studi mi bertujuan untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap konsentrasi kepemilikan saham (KKS). Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap likuditas saham (LKS).Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap free cash flow FCF).Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap diversifikasi usaha (DIV).Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP terhadap leverage (LEV). Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kepemilikan saham (KKS) terhadap nilai perusahaan (NPN).Untuk mengetahui pengaruh likuiditas saham (LKS) terhadap nilai perusahaan (NPN). Untuk mengetahui pengaruh free cash flow (FCF) terhadap nilai perusahaan (NPN).Untuk mengetahui pengaruh diversifikasi usaha (DIV) terhadap nilai perusahaan (NPN) Untuk mengetahui pengaruh leverage (LEV) terhadap nilai perusahaan (NPN) Untuk mengetahui pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap nilai perusahaan (NPN).
Hubungan Besaran perusahaan Dan Konsentrasi Kepemilikan Saham. Semakin besar perusahaan maka semakin tersebar struktur kepemilikan saham (semakin rendah tingkat konsentrasi kepemilikan saham), karena perusahaan besar menghasilkan biaya pengawasan yang lebih besar, sehingga lebih tidak terkonsentrasi (Demsetz and Lehn, 1985). Perusahaan besar semakin tinggi pemenuhan kebutuhan dana lewat penerbitan saham baru (Jones and Mygind, 2003) . Hubungan Besaran perusahaan Dan Likuditas Saham : Semakin besar perusahaan semakin tinggi likuiditas saham karena perusahaan besar memiliki jumlah saham beredar yang lebih besar (Rauterkus, 2002) dan Brennan et al. (1998). Karena investor lebih menyukai perusahaan besar ketimbang perusahaan kecil. (Pool, 2006). Hubungan Besaran perusahaan Danfree cash flow: Semakin besar besaran perusahaan maka semakin besar free cash flow, karena manajer akan menahan free cash flow (arus kas bebas) dan menggunakannya untuk kepentingannya (Degryse and Jong, 2000), free cash flow merupakan sumberdaya yang mudah digunakan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan (Doug, 1997) dan (Gentry, et al., 1997)
Hubungan Besaran perusahaan Dan Diversifikasi Usaha : Semakin besar perusahaan maka semakin tinggi diversifikasi, karena penambahan lini usaha (diversifikasi) memberikan manfaat bagi manajer (Pandya and Rao, 1998) karena semakin besar perusahaan maka semakin tinggi kemampuannya untuk masuk dalam lini produk baru (Grossman, 2003),. semakin besar perusahaan
maka semakin luas cakupan lokasi geografis bisnisnya (Hutchinson, et al., 2006). Hubungan Besaran perusahaan Dan Leverage :semakin besar perusahaan maka semakin kecil penggunaan leverage karena mereka lebih memilih penerbitan saham karena underwriter fees yang semakin besar (Manuel and Pilotte, 1992) dan Smith (1977), karena hutang akan meningkatkan resiko kebangkrutan dan ancaman pengambilatihan (Bayless, 1994). Hubungan Likuiditas Saliam Dan Nilai Perusahaan :Semakin rendah likuiditas maka semakin rendah nilai pasar sehingga semakin rendah nilai perusahaan (Bebchuk, 1999), (Eleswarapu and Krislinamurti, 2004) dan (Tadesse, 2000).
Hubungan Konsentrasi kepemilikan Saham Dan Nilai Perusahaan semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka semakin tinggi nilai perusahaan karena semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka semakin kuat tekanan dari pemegang saham kepada manajemen untuk memaksimalkan nilai perusahaan (kesejajaran kepentingan) (Hertzel and Smith, 1993), (Servaes, 1996) dan (Wruck, 1989). Hubungan Free cash flow Dan Nilai Perusahaan :semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi nilai perusahaan, karena semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi dana tersebut dialokasikan pada kekayaan pemegang saham, sehingga semakin tinggi nilai perusahaan (Richardson, 2002), karena semakin besar dana yang dialokasikan pada program repurchase stock (pembelian ulang saham) yang akan meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan harga jual pasar (Jensen, 1986). Hubungan Diversifikasi Usaha Dan nilai perusahaan :Semakin banyak segmen bisnis (semakin tinggi diversifkasi) maka semakin rendah nilai perusahaan semakin tinggi diversifikasi maka semakin tinggi ketidakefisienan subsidi silang antar segmen (Servaes, 1996), (Lamont and Polk, 2002) dan Campa and Kedia, 2002) Semakin banyak lini bisnis maka semakin sulit untuk melakukan kontrol atas persaingan, pertumbuhan dan strategi tingkat produk yang berbeda-beda, (Berger and Ofek, 1995)
Hubungan Leverage Dan Nilai Perusahaan: semakin tinggi leverage maka semakin tinggi hutang sehingga semakin tinggi nilai perusahaan karena pembiayaan dengan hutang akan diperhitungkan dengan sebaik-baiknya. Itu berarti perusahaan akan menggunakan hutang secara efisien. (Martin, 1996) karena Hutang akan mengurangi konsumsi yang berlebihan manajemen atas uang perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan (Nash, et al., 2003), karena peningkatan hutang akan meningkatkan resiko kebangkrutan. Ini akan meningkatkan sikap takut akan resiko dari pihak manajemen. Sikap ini akan mendorong manajemen untuk membuat keputusan dengan efisien. Berger, et al., 1997). Hubungan Besaran perusahaan Dan Nilai Perusahaan : semakin besar perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaan karena perusahaan besar untuk membiayai proyek-proyek investasi masa depan yang menguntungkan. Semakin banyak peluang investasi menguntungkan yang dibiayai perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaan. (Short and Keasey, 1999), semakin besar besaran perusahaan, citeris paribus, semakin besar sumberdaya modal perusahaan dan semakin besar nilai pasar (Demsetz and Lehn, 1985).
Studi ini menggunakan sampel 117 perusahaan manufaktur yang Go Public di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah analisis jaringan dengan program bantu analisis AMOS. Dengan tahun penelitian : 1998-2005.
Kesimpulan studi ini adalah :Hasil studi mendukung pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap konsentrasi kepemilikan saham (KKS), tidak mendukung bahwa besaran perusahaan (UKP) berpengaruh signifikan terhadap likuditas saham (LKS), mendukung pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap free cash, flow (FCF), mendukung pengaruh besaran perusahaan (UKP) terhadap diversifikasi usaha (DIV), tidak mendukung bahwa besaran perusahaan (UKP) berpengaruh signifikan terhadap leverage (LEV), mendukung pengaruh konsentrasi kepemilikan saham (KKS) terhadap nilai perusahaan (NPN), mendukung pengaruh likuiditas saham (LKS) terhadap nilai perusahaan (NPN), mendukung pengaruh free cash flow (FCF) terhadap nilai perusahaan (NPN), tidak mendukung bahwa diversifikasi usaha (DIV) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (NPN), mendukung pengaruh leverage (LEV) terhadap nilai perusahaan (NPN), menolak bahwa besaran perusahaan (UKP) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (NPN), Kesimpulan secara menyeluruh menunjukkan, secara langsung besaran perusahaan tidak signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. Secara umum juga dapat dikatakan bahwa teori keagenan dalam menjelaskan firm size effect tidak terbukti.
Pasar Modal / Stock Exchange
a. Pengertian pasar modal
Pengertian pasar modal di Indonesia tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan bahwa pasar modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Menurut Husnan (1996:37) pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, atau modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, BUMN, maupun perusahaan swasta.
Pasar modal juga dapat diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang pada umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Sedangkan tempat dimana terjadinya jual beli sekuritas disebut dengan bursa efek. Oleh karena itu, bursa efek merupakan arti dari pasar modal secara fisik. Di Indonesia terdapat dua bursa efek yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (Tandelilin,2001:13).
b. Fungsi Pasar Modal
Menurut Husnan (1998:4-6) ada beberapa keunggulan pasar
modal, yaitu :
1) Pasar modal diharapkan bisa menjadi alternatif penghimpun dana selain perbankan. Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan surat-surat berharga dalam bentuk surat hutang (obligasi) maupun surat tanda kepemilikan (saham) dalam menghimpun dana.
2) Pasar modal memungkinkan para investor mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Para leader dapat melakukan diversifikasi dalam investasi dengan membentuk portofolio sesuai dengan risiko yang ditanggung dan tingkat keuntungan yang diinginkan.
c. Tipe Pasar Modal
Menurut Jogiyanto (2000:15-16) pasar modal memiliki beberapa tipe pasar, yaitu :
1) Pasar primer (primary market)
Pasar primer (perdana) adalah tempat penjualan atau penawaran saham baru dari perusahaan yang menerbitkan saham (emiten) kepada investor sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Pasar primer merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham-saham yang dijual untuk pertama kalinya sebelum saham dicatatkan di bursa.
2) Pasar sekunder (secondary market)
Pasar sekunder adalah tempat perdagangan surat berharga yang sudah beredar. Pasar ini merupakan pasar dimana saham dan sekuritas lainnya diperjualbelikan secara luas, setelah melalui penjualan atau penawaran di pasar perdana. Pasar sekunder dibedakan menjadi stock exchange market (pasar bursa saham atau bursa efek) dan over the counter (OTC) market. Sekuritas dari perusahaan kecil umumnya diperdagangkan di OTC market, sedangkan sekuritas untuk perusahaan yang besar di stock exchange.
3) Pasar ketiga (third market)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lainnya diluar bursa OTC market. Pasar ini merupakan pasar perdagangan surat berharga yang dijalankan oleh broker (pialang) yang mempertemukan pembeli dan penjual pada saat pasar kedua tutup.
4) Pasar keempat (fourth market)
Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antara investor tanpa melalui perantara pedagang efek (broker) atau pasar modal yang dilakukan diantara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi untuk broker. Bentuk transaksi dalam perdagangan semacam ini biasanya dilakukan dalam jumlah besar.
d. Manfaat Pasar Modal
Darmaji (2001:3) menyampaikan beberapa manfaat pasar modal, yaitu:
1) Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2) Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.
3) Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
4) Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, serta penciptaan iklim berusaha yang tepat.
5) Menciptakan lapangan pekerjaan atau profesi yang menarik.
6) Memberi kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek bagus.
7) Alternatif investasi yang memberikan investasi keuntungan dengan risiko yang dapat diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
8) Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial.
9) Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, dan mendorong pemanfaatan manajemen yang profesional.
10) Sumber pembiayaan jangka panjang bagi emiten.
e. Pelaku pasar modal
1) Emiten
Emiten adalah perusahaan yang melakukan emisi, baik berupa saham ataupun obligasi. Dengan kata lain emiten adalah perusahaan yang mengeluarkan efek utuk dijual atau diperdagangkan dengan tujuan memperoleh dana.
2) Investor
Investor merupakan pihak yang menginvestasikan dananya melalui pembelian efek dengan tujuan memperoleh keuntungan dari efek yang dibelinya.
3) Lembaga Penunjang
Perkembangan pasar modal akan mendorong perkembangan lembaga penunjang seperti BAPEPAM, Akuntan Publik, Konsultan Hukum serta lembaga penunjang yang lain menjadi lebih profesional dalam pelayanannya sesuai dengan bidang masing-masing.
4) Pemerintah
Pembangunan yang dilakukan memerlukan pendanaan yang cukup besar. Perkembangan pasar modal menjadi suatu alternatif dalam pemanfaatan potensi masyarakat sebagai sumber pembiayaan.
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar modal
Pasar modal merupakan pertemuan supply dan demand dana jangka panjang yang transferable. Keberhasilan pembentukan pasar modal dipengaruhi supply dan demand tersebut. Menurut Husnan (1998:8-9) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar modal, yaitu:
1) Supply Sekuritas
Faktor ini menunjukkan banyaknya perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal.
2) Demand Sekuritas
Faktor ini adalah terdapatnya anggota masyarakat yang memiliki jumlah dana cukup besar dan dipergunakan untuk membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan.
3) Kondisi politik dan ekonomi
Faktor ini yang akhirnya akan mempengaruhi supply dan demand sekuritas. Kondisi stabilitas politik ini ikut membantu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya mempengaruhi supply dan demand sekuritas.
Keunggulan dan Kelemahan Analisis Rasio
Analisis rasio yang memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan perhitungan rugi/laba, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu perusahaan dan menilai posisinya saat ini. Analisis ini juga memungkinkan manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditur atau penanam modal (investor) terhadap keadaan perusahaan dan dengan demikian dapat mencari cara-cara yang tepat untuk mendapatkan dana.
Meskipun rasio-rasio keuangan merupakan alat yang sangat berguna akan tetapi tetap ada kekurangan-kekurangan atau keterbatasan sehingga harus digunakan secara hati-hati. Rasio-rasio keuangan disusun dari data-data akuntansi, sedangkan data tersebut dapat ditafsirkan dengan berbagai macam cara dan bahkan bisa dimanipulasi. Seorang manajer juga harus berhati-hati dalam menilai apakah suatu rasio baik atau buruk dalam menyimpulkan penilaian atas suatu perusahaan berdasarkan suatu perangkat rasio-rasio. Kalau analisis rasio keuangan suatu perusahaan menunjukkan pola yang berbeda dengan norma-norma sektor industrinya, tidak berarti hal ini menunjukkan ada yang kurang beres dengan perusahaan tersebut. Sebaliknya, kesamaan dengan rasio-rasio sektor industri bersangkutan tidak menjamin bahwa perusahaan berjalan dengan normal dan dikelola dengan baik. (Djakman, 2000).
Beta saham
Pengukuran risiko sistematik untuk suatu saham dapat ditunjukkan dengan koefisien beta. Beta saham mengukur kepekaan saham terhadap perubahan pasar. Semakin besar beta suatu saham menunjukkan semakin pekanya tingkat keuntungan suatu saham untuk bereaksi jauh melebihi perubahan tingkat keuntungan indeks pasar.
a. Pengertian Beta
Menurut Jogiyanto(2003:266) beta merupakan suatu ukuran volatilitas return suatu sekuritas atau return pasar, sedangkan menurut Suad Husnan (2001:112) beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar
b. Menaksir Beta
Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis dengan metode single index model atau model pasar. Analisis sekuritas dapat menggunakan data historis kemudian menggunakan faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat memperkirakan beta saham masa depan. Beta yang dihitung dengan data pasar disebut beta pasar, beta yang dihitung dengan data akutansi disebut beta akutansi dan beta yang dihitung dengan data fundamental disebut beta fundamental.
Pengaruh Asset Growth Terhadap Beta saham
Asset growth merupakan pertumbuhan aktiva per tahun. Variabel ini mempunyai pengaruh terhadap beta saham. Asset growth berpengaruh positif terhadap beta jika pertumbuhan aktiva yang tinggi akan menimbulkan fluktuasi earnings perusahaan, sehingga perusahaan dengan tingkat pertumbuhan aktiva yang tinggi mempunyai dividend payout yang rendah. Dengan demikian berarti pertumbuhan aktiva yang tinggi akan meningkatkan risiko. Asset growth berpengaruh negatif terhadap beta jika perusahaan lebih banyak menahan pendapatannya, sehingga kenaikan asset growth yang semakin cepat mengindikasikan bahwa perusahaan sedang ekspansi. Keberhasilan ekspansi akan mengurangi beban perusahaan, sehingga risiko perusahaan semakin kecil. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa asset growth mempunyai pengaruh terhadap beta saham.
Pengaruh Earning Per Share Terhadap Beta Saham
Earning per share merupakan indikator yang secara ringkas menyajikan kinerja perusahaan yang dinyatakan dengan laba. Menurut Mainingrum (2005) earning per share berpengaruh negatif terhadap beta saham karena earning per share yang tinggi mengindikasikan kinerja perusahaan yang baik. Kinerja perusahaan yang baik mengakibatkan beta saham yang dimiliki perusahaan menjadi rendah, sementara itu menurut Rosenberg dan Guy (1972) yang dikutip Supriyadi (2001) earning per share mempunyai pengaruh positif terhadap beta saham, karena perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan laba per saham (EPS) sehingga mengakibatkan perubahan harga saham. Semakin tinggi persentase utang semakin tinggi risiko yang ditanggung perusahaan, sehingga investor akan mensyaratkan keuntungan sesuai dengan risiko yang ditanggungnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa earning per share berpengaruh terhadap beta saham.
Pengaruh Leverage Terhadap Beta Saham
Beta saham suatu perusahaan mencerminkan kepekaan atas nilai agregat perusahaan terhadap perubahan nilai portofolio pasar. Beta tergantung pada permintaan produk perusahaan dan biaya operasi perusahaan. Namun kebanyakan perusahaan memiliki utang dan ekuitas, artinya beta ekuitas saham tergantung pada beta perusahaan dan financial leverage perusahaan. Perbedaan tingkat utang adalah penyebab perbedaan beta saham. Hal ini dikarenakan leverage menyebabkan pendapatan yang tersedia untuk pemegang saham biasa menjadi lebih bervariasi, karena untuk perusahaan yang memiliki utang, beta sahamnya harus ditambah penyesuaian jumlah utang. Leverage yang tinggi akan meningkatkan aliran earning secara fluktuatif, sehingga akan meningkatkan risiko perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh terhadap beta saham.
Pengaruh EPS terhadap return saham
Informasi keuangan perusahaan yang tercantum dalam annual report (laporan tahunan) perusahaan khususnya laba per lembar saham (earning per share) sangat diperhatikan dan diperlukan oleh para pemegang saham dalam menganalisis tingkat kinerja perusahaan saat ini maupun dimasa yang akan datang. Hal tersebut dikarenakan semua hasil yang dicapai perusahaan akan berakibat langsung dalam tingkat keuntungan yang akan didapatkan oleh para investor dimasa yang akan datang.
EPS merupakan perbandingan antara jumlah earning (EAT) dengan jumlah saham yang beredar. EPS merupakan rasio keuangan yang digunakan investor untuk menganalisis kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan saham yang dimiliki. EPS ini menunjukkan laba bersih perusahaan yang siap dibagikan kepada semua pemegang saham.
Perkembangan EPS perusahaan yang tinggi akan mengindikasikan bahwa perusahaan mampu mengatasi semua persoalan dan mampu mengatur pengalokasian dana yang diperoleh secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka para investor dapat dengan mantap dan yakin bahwa perusahaan sangat potensial dan mempunyai prospek investasi yang sangat bagus dimasa yang akan datang. Oleh karena itu tujuan investor untuk mendapatkan return yang tinggi dapat tercapai.
Semakin tinggi perubahan EPS akan menarik minat investor berinvestasi di perusahaan tersebut. Akibatnya permintaan akan saham meningkat dan harga saham meningkat pula. Harga saham yang tinggi akan mendorong investor untuk menjual saham tersebut. Jika saham tersebut terjual dengan harga yang tinggi maka investor akan mendapatkan return yang tinggi. Jadi perubahan EPS mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan return saham.
Pengaruh inflasi terhadap return saham
Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga barang-barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Secara teoritis, investasi pada saham dapat memberikan perlindungan nilai (hedge) yang baik dari pengaruh inflasi karena saham merupakan asset riil.
Berdasarkan teori tersebut, tingkat pengembalian seharusnya tidak terpengaruh oleh perubahan harga barang dan jasa. Menariknya investasi dalam bursa saham juga didorong oleh rendahnya suku bunga penyimpanan di perbankan. Suku bunga penyimpanan tersebut terlihat dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Suku bunga penyimpanan nominal adalah suku bunga penyimpanan perbankan yang dipublikasikan oleh bank-bank setiap harinya, sedangkan suku bunga penyimpananriil adalah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi pada saat yang bersangkutan.
Secara teoritis, apabila suku bunga penyimpanan riil di suatu negara mengalami penurunan, maka investasi di bursa saham menjadi lebih menarik karena investor cenderung untuk mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Struktur Modal
a. Pengertian Struktur Modal
Struktur modal adalah perimbangan / perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri ( Riyanto, 2001 ). Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan utang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan kesimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham ( Brigham dan Houston, 2001). Nilai struktur modal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Riyanto, 2001):
b. Teori Struktur Modal
1) Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 1998 dalam Saidi, 2004) ,yang menyebutkan bahwa manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Biaya yang ditimbulkan dari pengawasan yang dilakukan oleh manajemen disebut biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz dalam Saidi (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
2) Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
3) Pecking Order Theory
Pecking order theory mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Perusahaan berusaha menerbitkan sekuritas pertama dari internal, retained earning, kemudian utang berisiko rendah dan terakhir ekuitas (Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004). Pecking order theory memprediksi bahwa pendanaan utang eksternal didasarkan pada defisit pendanaan internal.
Model pecking order theory memfokuskan pada motivasi manejer korporat, bukan pada prinsip-prinsip penilaian pasar modal. Pecking order theory mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh asimetrik informasi. Dasar pemikirannya didasarkan pada penjelasan berikut ini, (Meyers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004) :
a) Para manejer mengetahui lebih banyak tentang perusahaan daripada investor luar, namun mereka enggan untuk menerbitkan saham ketika percaya saham mereka adalah undervalued.
b) Investor memahami bahwa para manajer mengetahui lebih banyak dan mereka mencoba menerbitkan sesuai waktu yang tepat.
c) Para manejer menginterpresentasikan keputusan untuk menerbitkan ekuitas sebagai bad news, dan perusahaan dapat menerbitkan ekiutas hanya pada harga discount.
d) Perusahaan yang bekerja berdasarkan filosofi pecking order theory dan membutuhkan ekuitas eksternal kemungkinan tidak akan memanfaatkan kesempatan investasi yang baik, karena saham tidak dapat dijual pada “fair Price”.
Menurut Myers (1996) dalam Saidi (2004) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber dana dengan mengacu packing order theory adalah internal fund (dana internal), debt (utang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003).
4) Trade Off Theory
Konsep trade off dalam balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan utang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai trade off theory (Brigham et al, 1999 dalam Kaaro, 2003). Berdasarkan teori Modigliani dan Miller (1996) dalam Adler Haymans Manurung (2004), semakin besar utang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Model Modigliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang disebut model trade off ( Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004).
Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaann akan dimaksimumkan jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001).
Pengaruh Laba Ditahan Terhadap Struktur Modal
Setiap perusahaan menginginkan adanya pertumbuhan modal (laba ditahan) disamping dapat membayarkan dividen kepada para pemengang saham. Semakin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin kecil laba yang dapat ditahan. Bila perusahaan menahan sebagian besar pendapatannya dalam perusahaan, berarti bagian pendapatan yang tersedia untuk dibayarkan sebagai dividen akan semakin kecil. Dengan demikian semakin besar persentase bagian laba yang ditetapkan sebagai laba ditahan, akan memperkecil dividend payout ratio yang berarti akan memperbesar modal sendiri serta memperkecil struktur modal karena perusahaan cenderung menggunakan sumber dana intern daripada menggunakan utang. Hal ini berarti laba ditahan mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal.
pengertian Return saham
Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Menurut Jogiyanto (1998: 109), return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high return, low risk low return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai dengan investasi yang berisiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional.
Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu current income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss (keuntungan selisih harga). Current income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Misalnya dividen saham yaitu dibayarkan dalam bentuk saham yang bisa dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual saham yang diterimanya, sedangkan Capital gain (loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya. Jika harga saham sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya (Pt-1) maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan mengalami capital loss.
Dalam penelitian ini return saham yang digunakan adalah capital gain (loss). Capital gain (loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya. Capital gain (loss) dihitung dengan rumus:
Capital gain (loss) =
Menurut Ang (1997), menyatakan bahwa tanpa adanya keuntungan yang dapat dinikmati dari suatu investasi tentunya investor tidak mau berinvestasi jika pada akhirnya tidak ada hasil. Lebih lanjut setiap investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Risiko
Risiko bisnis (business risk) didefinisikan sebagai ketidakpastian yang melekat dalam proyeksi tingkat pengembalian aktiva masa depan (Brigham dan Houston, 2001). Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :
1) Variabilitas permintaan (unit yang terjual).
2) Variabilitas harga jual.
3) Variabilitas harga masukan.
4) Kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran terhadap perubahan harga masukan.
5) Sejauh mana biaya-biaya bersifat tetap.
Pengaruh Risiko Terhadap Struktur Modal
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Risiko bisnis antar industri dan antar perusahaan dalam industri yang sama adalah berbeda-beda. Risiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan dapat berubah dari waktu ke waktu, semakin lama rentang waktu maka semakin besar pula risiko yang dihadapi. Persaingan yang ketat juga akan mengubah tingkat keuntungan suatu perusahaan dan mengakibatkan kenaikan tajam pada risiko. Perusahaan dengan tingkat risiko bisnis yang tinggi akan cenderung memenuhi kebutuhan modalnya dari modal sendiri dan cenderung menghindari utang karena penggunaan utang akan menambah risiko yang dihadapi, sehingga semakin tinggi risiko bisnis perusahaan, makin rendah pula proporsi utangnya, maka arah pengaruh risiko dengan struktur modal adalah negatif.
pengaruh risiko pasar terhadap return saham
CAPM sebagai sebuah model keseimbangan dapat membantu untuk menentukan risiko yang relevan terhadap suatu asset dan hubungannya dengan risiko dan return yang diharapkan. Risiko relevan adalah risiko sistematis (beta). Beta merupakan ukuran risiko sistematis suatu sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar. Sebagai ukuran return saham, beta juga dapat digunakan untuk membandingkan risiko sistematis antara satu saham dengan saham lainnya, sehingga nilai beta sangat berpengaruh terhadap return yang diharapkan. Karena semakin tinggi nilai beta akan semakin tinggi tingkat return yang disyaratkan. Tingginya beta (risiko) mempunyai hubungan positif terhadap return saham.
Price to Book Value
Price to book value merupakan perbandingan harga pasar suatu saham dengan nilai bukunya (Clarke dalam Anggriyani, 2003). Informasi PBV suatu perusahaan menunjukkan kinerja suatu perusahaan dan prospeknya di masa mendatang. PBV juga dapat dilihat untuk membandingkan harga saham perusahaan sejenis. Semakin kecil nilai PBV suatu perusahaan, berarti harga saham perusahaan tersebut dianggap semakin murah. Kecenderungan harga saham yang semakin rendah, kurang diminati investor. Hal ini menunjukkan bahwa PBV yang tinggi akan dianggap bahwa harga saham perusahaan tersebut tinggi pula. Saham yang seperti ini akan diminati investor. Saham yang senantiasa harganya tinggi mengindikasikan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut yang cukup baik.
Pengaruh Price to Book Value Terhadap Return Saham
Price to Book Value merupakan perbandingan harga pasar suatu saham dengan nilai bukunya (Clarke dalam Anggriyani,2003). PBV adalah indikator yang dipakai untuk menilai kinerja perusahaan. Saham yang memiliki PBV tinggi dapat dianggap sebagai saham yang harganya lebih mahal dibandingkan harga saham lain yang sejenis. Saham yang tinggi harganya biasanya mencerminkan kualitas kinerja perusahaan tersebut yang baik dan pertumbuhannya yang cukup pesat. Saham yang seperti ini akan banyak diminati investor. PBV yang tinggi tersebut diharapkan akan menghasilkan return yang tinggi pula dari suatu saham seiring pertumbuhan perusahaan tersebut pada masa akan datang. Jadi PBV mempunyai pengaruh positif terhadap return saham.
pengaruh nilai tukar rupiah dengan return saham
Salah satu risiko yang penting untuk diperhatikan dalam membuat keputusan investasi adalah risiko nilai tukar mata uang. Risiko ini sangat berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lain. Bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, depresiasi terhadap nilai mata uang memberikan pengaruh yang menguntungakan bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan kemampuan bersaing harga pokoknya di pasar internasional meningkat. Peningkatan ini selanjutnya akan memperbesar peluang perusahaan untuk menghasilkan laba dan meningkatkan kemampuan dalam memberikan dividen. Kemampuan menghasilkan laba dan membagikan dividen akan menarik minat investor sehingga harga saham naik. Kenaikan harga saham akan meningkatkan return yang diperoleh oleh investor.
Price Earning Ratio
Price earning ratio (PER) merupakan perbandingan antara harga pasar suatu saham (market price) dengan earning per share (EPS). Kegunaan dari PER adalah untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh EPSnya (Ang, 1997). Makin besar PER suatu saham menyatakan saham tersebut semakin mahal terhadap pendapatn bersih per sahamnya. Jika dikatakan suatu saham mempunyai PER 10x, berarti harga pasar tersebut 10 x lipat terhadap EPSnya.
Dahlan Siamat (2003) menyatakan pada prinsipnya PER memberikan indikasi mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada periode tertentu. Rasio ini menggambarkan kesediaan investor membayar suatu jumlah untuk setiap rupiah perolehan laba perusahaan. Hasil PER yang tinggi dianggap bahwa perusahaan tersebut sedang mengalami pertumbuhan yang pesat.
Pengaruh Price Earning Ratio Terhadap Return Saham
Price earning ratio adalah suatu indikator untuk menunjukkan bagaimana proses pertumbuhan laba perusahaan di masa yang akan datang. PER diperoleh dengan cara membagi antara harga pasar saham dengan earning per share. Dari perhitungan tersebut, dapat diketahui apakah saham tersebut underprice atau overprice. Pada pasar modal yang efisien, dimana harga saham mencerminkan informasi sebenarnya, nilai PER yang rendah dari suatu saham menunjukkan harga saham tersebut lebih murah dibandingkan harga saham sejenis, sehingga pada suatu saat ketika harga saham mulai mengalami koreksi kenaikan (rebound), diharapkan investor yang membeli harga saham dengan PER yang rendah akan mendapatkan keuntunganyang tinggi. Jadi price earning ratio berpengaruh negatif terhadap return saham.
Profitabilitas
Profitabilitas menurut R. Agus Sartono (1997:130) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan semakin tingginya profitabilitas. Ada bermacam cara untuk mengukur profitabilitas, yaitu:
1) Profit Margin
Profit margin adalah margin keuntungan yang ditentukan atas harga penjualan. Margin keuntungan menunjukkan besar kecilnya laba dibandingkan dengan harga penjualan. Profir margin menunjukkan laba per rupiah penjualan.
2) Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) adalah perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva yang tertanam dalam perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
3) Return on Equity (ROE)
ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atas penggunaan modal sendiri.
4) Rentabilitas Ekonomi
Rentabilitas Ekonomi merupakan perbandingan antara laba dengan total kekayaan yang dimilikinya (Indriyo Gitosudarmo, 2003:218).
Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah return on asset (ROA). Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan akan membuat profitabilitas perusahaan tinggi. Jika sebuah perusahaan lebih profitable maka pendanaannya lebih banyak berasal dari pendanaan secara internal. Hal ini karena pendanaan eksternal membutuhkan biaya yang lebih tinggi dan berisiko. Ada pengaruh negatif profitabilitas terhadap utang. Semakin profitable sebuah perusahaan diharapkan memiliki pendanaan internal yang lebih tinggi, hal ini akan menyebabkan tingkat utang rendah. Oleh karena itu, profitabilitas memiliki pengaruh yang negatif dengan struktur pendanaan.
Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan antara lain profit margin on sales ratio dan return on equity ratio
Analisis profitabilitas perusahaan merupakan bagian utama dari laporan keuangan. Seluruh laporan keuangan dapat digunakan untuk analisis profitabilitas dan yang paling penting adalah laporan laba rugi. Laporan rugi laba melaporkan hasil operasi perusahaan selama satu periode (John, 2005).
Rasio Nilai Pasar
Rasio nilai pasar merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada masyarakat, terutama para pemegang saham dan calon investor (Harianto, et al, 1998). Hal ini dikarenakan investasi dalam saham, seorang investor berharap akan memperoleh imbalan dan imbalan ini berupa laba atau peningkatan nilai ekonomi saham. Peningkatan nilai ekonomi saham ini merupakan dampak dari pertumbuhan laba atau dividen yang diterima pada nilai saham (Helfert, 1996). Rasio yang digunakan sebagai indikator nilai saham adalah price earning ratio. Rasio ini menghubungkan antara laba per lembar saham sekarang atau yang diharapkan dengan harga pasar saham. Semakin tinggi nilai rasio ini menunjukkan bahwa investor percaya terhadap prospek perusahaan.
Rasio Leverage
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansial baik jangka panjang maupun pendek. Financial leverage adalah penggunaan asset dan sumber dana (source of fund) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud menigkatkan keuntungan potensial pemegang saham (Sartono, 1996). Financial leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan dana yang menimbulkan beban tetap, apabila perusahaan menggunakan utang, maka perusahaan harus membayar bunga. Bunga harus dibayar berapapun laba perusahaan (Husnan, 1997).
Tingkat risiko dan return saham perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan calon investor sebelum mengambil keputusan investasi saham. Return saham dan risiko berhubungan secara linier dengan leverage yang akan digunakan oleh perusahaan. Apabila risiko tinggi maka para pemegang saham akan meminta return saham yang tinggi pula, disamping itu penggunaan leverage juga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur leverage perusahaan yaitu dengan menggunakan total debt to total asset ratio.
Struktur Aktiva
Struktur aktiva merupakan perbandingan antara aktiva tetap dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan (Husnan, 1995). Dalam hubungannya antara tangibility dan capital structure, teori-teori yang pada umumnya menyatakan bahwa tangibility berpengaruh secara positif terhadap leverage. Jika nilai aktiva berwujud yang dimiliki perusahaan semakin besar, maka aktiva ini dapat digunakan sebagai jaminan yang semakin mengurangi risiko dari kesulitan seperti biaya tetap dari utang. Kemudian, bagian yang besar dari aktiva berwujud diharapkan berhubungan dengan leverage yang tinggi. Juga, nilai dari aktiva berwujud harus lebih tinggi dari aktiva tidak berwujud pada kasus kepailitan.
Aktiva tetap seringkali digunakan sebagai jaminan dalam mendapatkan utang, sehingga perusahaan yang banyak memiliki aktiva tetap akan mendapatkan utang yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki aktiva tetap lebih sedikit.
Struktur pendanaan
Keputusan pendanaan berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan sangat mempengaruhi nilai perusahaan tersebut. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Sumber dana eksternal perusahaan berasal dari para kreditur Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari para kreditur merupakan hutang bagi perusahaan atau disebut dengan metode pembelanjaan dengan hutang. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Prinsip manajemen perusahaan menuntut agar baik dalam memperoleh maupun menggunakan dana harus didasarkan pada efisiensi dan efektifitas. Efisiensi penggunaan dana berarti bahwa setiap rupiah dana yang ditanamkan dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk menghasilkan tingkat keuntungan investasi yang maksimal. Fungsi penggunaan dana meliputi perencanaan dan pengendalian penggunaan aktiva dalam aktiva lancar maupun aktiva tetap. Agar dana yang tertanam dalam masing-masing unsur aktiva tersebut disatu pihak tidak terlalu kecil jumlahnya sehingga dapat mengganggu likuiditas dan kontinyuitas usaha, dan dilain pihak tidak terlalu besar jumlahnya, sehingga dapat menimbulkan pengangguran dana. Oleh karena itu, pengalokasian dana harus didasarkan pada perencanaan yang tepat, sehingga dana yang mengganggur menjadi kecil. Efisiensi penggunaan dana secara langsung dan tidak langsung akan menentukan besar kecilnya tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi.
Dengan demikian manajer keuangan dalam menjalankan fungsi penggunaan dana harus selalu mencari alternatif-alternatif investasi untuk kemudian dianalisis dan hasil analisis tersebut harus dapat diambil keputusan alternatif investasi mana yang akan dipilih. Dengan kata lain, manajer keuangan harus mengambil keputusan investasi (investment decision).
Manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan dengan syarat yang paling menguntungkan. Manajer keuangan harus mempertimbangkan dengan cermat sifat dan biaya masing-masing sumber dana yang akan dipilih, karena masing-masing sumber dana mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda.
Pada prinsipnya pemenuhan kebutuhan dana suatu perusahaan dapat disediakan dari sumber intern perusahaan, yaitu sumber dana yang dihasilkan sendiri oleh perusahaan, misalnya laba ditahan (retained earning). Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya dari sumber intern dikatakan perusahaan itu melakukan pendanaan intern (internal financing).
Selain sumber intern dalam memenuhi kebutuhan dananya, suatu perusahaan dapat pula memenuhi kebutuhan dananya dari sumber ekstern, yaitu sumber dana yang berasal dari tambahan penyertaan modal dari pemilik atau emisi saham baru, penjualan obligasi dan kredit dari bank. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya dari luar perusahaan disebut pendanaan ekstern (external financing). Apabila perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya dipenuhi dari dana yang berasal dari pinjaman, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan hutang (debt financing). Jika perusahaan memenuhi kebutuhan dananya berasal dari emisi atau penerbitan saham baru, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan modal sendiri (external equity financing).
Konsep penting manajemen pendanaan adalah masalah sumber dan penggunaan dana. Pada hakikatnya, pemenuhan dan pengalokasian dana menyangkut masalah keseimbangan finansial dalam perusahaan. Struktur keuangan atau biasa juga disebut struktur pendanaan merupakan kombinasi atau bauran segenap pos yang masuk kedalam sisi kanan neraca pendanaan perusahaan (Martin, et.al., 1994 dalam Masidonda), sedangkan Weston dan Copeland (1997) mengartikan struktur pendanaan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya, struktur dapat dilihat pada seluruh sisi kanan neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham.
Dengan demikian, struktur pendanaan adalah pencerminan dari cara suatu perusahaan untuk membiayai aktivanya yang merupakan komposisi dari sumber modal yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham (Masidonda, 2001:79). Menurut Vera, Rudolf L. Tobing dan Akromul Ibad (2005, 200-201) tujuan umum perusahaan adalah memaksimumkan nilai perusahaan dengan meminimumkan biaya modal perusahaan. Oleh sebab itu, struktur pendanaan perusahaan ditampilkan dari tingkat leverage perusahaan. Dalam manajemen pendanaan, leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of funds) oleh perusahaan dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham (R. Agus Sartono, 1997:222). Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analis pendanaan dalam melihat trade off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial.
0 Response to "Catatan Pasar Modal"
Post a Comment